Tumpek
Wariga, Hari Perlindungan Tumbuh-tumbuhan
Annaad bhavanti bhuutaani.
Prajnyaad annasambhavad.
Yadnyad bhavati parjanyo
Yadnyah karma samudbhavad.
(Bhagavad Gita.III.14)
Prajnyaad annasambhavad.
Yadnyad bhavati parjanyo
Yadnyah karma samudbhavad.
(Bhagavad Gita.III.14)
Maksudnya: Makhluk hidup berasal dari
makanan. Makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan berasal dari
hujan. Hujan berasal dari yadnya. Yadnya itu adalah karma.
SLOKA Bhagavad Gita ini mengingatkan kita bahwa
tanpa tumbuh-tumbuhan semua makhluk bernyawa tidak dapat melangsungkan hidupnya
di bumi ini. Mengapa? Karena bahan pokok makanan hewan dan manusia adalah
tumbuh-tumbuhan. Adanya tumbuh-tumbuhan adalah yadnya dari bumi dan langit
kepada semua makhluk hidup ini.
Bumi memberikan tanah. Langit menurunkan
hujan untuk berkembangnya tumbuh-tumbuhan. Mengapa bumi dan langit dapat
berlaku demikian. Itulah hukum Rta yang diciptakan oleh Tuhan. Tuhan dalam
kemahakuasaan-Nya menciptakan tumbuh-tumbuhan melalui hukum alamnya yang
disebut Dewa Sangkara oleh para Resi.
Karena itu, umat Hindu akan memuja Tuhan
sebagai Dewa Sangkara untuk memohon kekuatan jiwa dan raga dalam mengembangkan
tumbuh-tumbuhan. Pada zaman industri dewasa ini, sungguh tidak mudah
mengembangkan upaya agar tumbuh-tumbuhan dapat berkembang seimbang sesuai
dengan hukum ekologi.
Manusia sebagai makhluk hidup yang paling
serakah sering berbuat tidak adil kepada keseimbangan hidup tumbuh-tumbuhan
tersebut. Untuk menumbuhkan sikap yang adil dan penuh kasih kepada
tumbuh-tumbuhan, umat Hindu memohon tuntunan Dewa Sangkara sebagai manifestasi
Tuhan Yang Mahaesa. Karena itu, umat Hindu di India memiliki Hari Raya Sangkara
Puja, sedangkan umat Hindu di Bali memiliki Tumpek Wariga sebagai hari untuk
memuja Dewa Sangkara.
Kemasan luar perayaan Sangkara Puja di
India dan hari Tumpek Wariga di Bali tentunya berbeda, tetapi maknanya tidak
berbeda. Kedua hari tersebut sebagai suatu proses ritual yang sakral untuk
mengingatkan umat manusia agar selalu memohon tuntunan Tuhan dalam
mengembangkan dan melindungi tumbuh-tumbuhan sebagai sumber makanan makhluk
hidup yang paling utama.
Di Bali pada zaman kerajaan ada Lontar
Manawa Swarga yang mencantumkan tentang perlindungan kepada tumbuh-tumbuhan.
Dalam Lontar Manawa Swarga dinyatakan, barang siapa menebang pohon tanpa izin
raja, maka akan dihukum denda lima ribu kepeng. Demikian juga dalam struktur
pemerintahan kerajaan ada satu jabatan yang mengurus tumbuh-tumbuhan yang
disebut Menetri Juru Kayu. Mungkin mirip menteri pertanian dan kehutanan dewasa
ini.
Demikian besarnya perhatian umat di masa
lampau pada tumbuh-tumbuhan. Dewasa ini sesungguhnya secara formal perhatian
umat manusia pada kehidupan tumbuh-tumbuhan juga sangat besar. Namun,
orientasinya lebih banyak untuk mendapatkan keuntungan ekonomis jangka pendek.
Bahkan, keuntungan tersebut pun distribusinya tidak berkeadilan. Mereka yang
berkecimpung dalam bidang pertanian dalam arti luas selalu mendapatkan
kontribusi yang sangat kecil kalau dibandingkan dengan yang lainnya. Petani
yang menghasilkan beras, sayur-sayuran, buah-buahan, penghasilannya sangat
kecil kalau dibandingkan dengan pedagang beras, sayur atau buah-buahan.
Apalagi bidang yang lainnya. Padahal semua
orang tidak mungkin bisa hidup tanpa hasil pertanian itu. Rerainan Tumpek
Wariga ini yang datang setiap 210 hari hendaknya jangan dibiarkan terus
bergulir dengan tema yang penuh gema namun kosong makna. Marilah kita maknai
lebih nyata. Misalnya dengan membuat program enam bulanan dari Tumpek Wariga ke
Tumpek Wariga berikutnya ada hal-hal yang nyata yang kita lakukan terhadap
perbaikan nasib tanaman-tanaman yang tumbuh di Bali ini.
Demikian juga nasib masyarakat yang
berbuat nyata dalam mengembangkan dan melindungi berbagai macam tumbuh-tumbuhan
di Bali. Zaman dahulu umat Hindu memelihara dan melindungi berbagai macam
tanaman dengan upacara keagamaan. Itu memang sesuai dengan apa yang diajarkan
dalam kitab suci.
Kita tanam tumbuh-tumbuhan itu, setelah
dia tumbuh maksimal terus dijadikan sarana memuja Tuhan. Sekarang banyak lahan
tidur di Bali. Masyarakat lebih suka membeli ke luar Bali berbagai kebutuhan
sarana upacara tersebut. Para ahli sebaiknya menyampaikan pandangannya kalau
terus-menerus tumbuh-tumbuhan dari luar masuk Bali bagaimana nasib masa depan
tumbuh-tumbuhan yang asli Bali.
Apa yang harus kita lakukan dalam menjaga
keajegan flora dan fauna Bali. Hal inilah yang semestinya kita lakukan secara
berkala dalam merayakan hari Tumpek Wariga, di samping secara niskala kita
melakukan upacara keagamaan. Dengan demikian, dari Tumpek Wariga ke Tumpek
Wariga berikutnya kita dapat menyaksikan berbagai kemajuan dalam pelestarian
tumbuh-tumbuhan Bali. Marilah tradisi merayakan Tumpek Wariga itu kita
pertahankan dengan cara berpikir modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar