Minggu, 30 Agustus 2015

sore di pesisi sanur
di batu metumpuk mekilit
bias pasih warna putih
kembang ampehin ombak
megulungan mengigel
sore mesisa sepi ngilgil
milu milu mengintip
i kupu kupu mekeber ngindang
menyander niman i bunga pucuk
ne layu tumbuh di bias pasih
sore numbuhang ombak
mecanda saling uber
bunga pucuk layu ngejer
mekenyem rasa jengah
kupu kupu mekeber ngindang
di panes ai
di baret angin
di ombak galak
kupu kupu mekenyem girang
i pucuk lek menguntul.

BABAD TABANAN

BABAD TABANAN
KERAJAAN PUCANGAN
(BUWAHAN)
Semoga Tidak Ada halangan dan berhasil
Pranamyam sira dewam, bhukti mukti ittarthaya, prawaksya twa widnyeyah, brahmanam ksitriyadih patayeswarah.
Sembah sujud hamba kehadapan Ida Sang Hyang Parama Wisesa yang melimpahkan segala sifat baik dan buruk (hala – Hayu) kehidupan manusia di dunia ini  Semoga tidak ada halangan dalam penulisan Babad (Sastra Sejarah) ini bebas hamba dari segala kesalahan dan kekeliruan, karena kurang faham terhadap Purana Tattwa, serta dengan hati yang tulus dan suci bermaksud menyusun cerita sejarah sebagai usaha untuk mengingatkan para keluarga dan anak cucuk semogalah berhasil dan mencapai kesempurnaan.
Arya Kenceng Pendiri Kerajaan Pucangan atau Buwahan.
            Diceritakan setelah kemenangan Patih Gajah Mada atas kerajaan Bali Kuna pada tahun 1343Masehi, ditunjuklah Sri Kresna Kepakisan sebagai Gubernur Majapahit di Bali. Beliau bergelar Dhalem Samparangan, membangun istananya di desa Samprangan (desa Samplangan sekarang), sebelah Timur Tukad Cangkir. Gianyar sekarang. Beliau didampingi oleh 11 Arya, masing – masing diberi kedudukan sbb:
• Arya Kutawaringin di Gelgel
• Arya kenceng di Buwahan / Pucangan
• Arya Belog di Kaba-kaba
• Arya Dalancang di Kapal
• Arya Sentong di Carangsari
• Arya Kanuruhan di Tangkas
• Arya Punta di Mambal
• Arya Jerudeh di Temukti
• Arya Tumenggung di Petemon
• Arya Pemacekan di Bondalem
• Arya Beleteng di Pacung
Selain itu juga didampingi oleh 3 orang wesya bersaudara: Tan Kober, Tan Kawur, dan Tan Mundur.
Arya Kenceng salah seorang Mentri Dalem, diberi kekuasaan di daerah Tabanan, di desa Pucangan atau Buwahan, beristana di sebelah Selatan Bale Agung. Adapun batas batas wilayah kekuasaan beliau: sebelah Timur Sungai Panahan, sebelah Barat Sungai Sapuan, sebelah Utara gunung Beratan (Batukaru), dan sebelah Selatan daerah-daerah Sandan, Kurambitan, Blungbang, Tanguntiti, dan Bajra.
Sebagai seorang Menteri Arya Kenceng sangat taat dan rajin menghadap Dalem. Dalem bersabda kepada Arya Kenceng, bahwa dari 3 tata upacara atiwa - tiwa, yaitu Bandhusa, Nagabandha, dan Bade Tumpang Solas, yang hanya boleh  dipakai adalah Bade Tumpang Solas.
Arya Kenceng menikah dengan seorang puteri keturunan Brahmana dari Ketepeng Reges, Wilatikta. Sang puteri bersaudara puteri 3 orang. Kakaknya dinikahi oleh Sri Kresna Kepakisan, dan adiknya dinikahi oleh Arya Sentong. Dari isteri Brahmin ini Arya Kenceng menurunkan putera:
• Yang sulung bergelar Sri Magadhaprabu atau Arya Pucangan I,
• Adiknya bergelar Sri Magadhanata atau Arya Pucangan II.
Dari isteri lainnya, Arya Kenceng menurunkan putera: bernama Kyai Tegeh Kori, dan adiknya wanita tidak disebutkan.
Diceritakan saat wafatnya Arya Kenceng, dilaksanakan upacara Pelebon, sesuai anugrah Dalem menggunakan Bade Tumpang Solas, hal mana diwariskan sampai sekarang.

Arya Pucangan II Raja II Pucangan
Arya Pucangan I, Putera sulung Arya Keceng tidak tertarik memegang pemerintahan. Maka kerajaan Pucangan (Buwahan) diperintah oleh adiknya Arya Pucangan II bergelar Arya Ngurah Tabanan.
Adapun Kyai Tegeh Kori pindah ke Badung, di sebelah selatan Setra Badung. Beliau memerintah wilayah Badung, membuat bendungan di Pegat. Selanjutnya menurunkan warga besar yang disebut Para Gusti Tegeh. Sedangkan yang paling bungsu seorang perempuan tetap tinggal di istana Pucangan.
Arya Pucangan II berputera 7 orang, lahir dari 2 orang ibu warga para Sang hyang. Yang sulung bernama Arya Ngurah Langwang, yang kedua bernama Ki Gusti Made Kaler, Ki Gusti Nyoman Dawuh, dan Ki Gusti Ketut Dangin Pangkung. Dari ibu yang kedua, lahir Ki Gusti Nengah Samping Boni, Ki Gusti Nyoman Batan Ancak, dan Ki Gusti Ketut Lebah.
Arya Pucangan II meneruskan kewajiban ayahnya, sering datang menghadap Dalem Ketut yang bergelar Sri Smara Kepakisan di Suwecapura, Gelgel. Di istana Suwecapura, Arya Pucangan II sempat melakukan kesalahan, menutupi rambut salah seorang putera Dalem, yang menyebabkan Dalem marah dan memberikan ganjaran.
Dalem mengutus Arya Pucangan II ke Majapahit untuk menyelidiki situasi di sana. Tidak diceritakan perjalannya, sampai di Majapahit, dilihat sunyi, sepi negara itu, kelam kabut pikiran pejabat dan rakyat, karena mengalami masa-masa peralihan Islamisasi. Arya Pucangan II kembali pulang ke Bali, tidak diceritakan perjalannnya.
Sampai di Bali Arya Pucangan II menuju Suwecapura melaporkan situasi di Majapahit. Setelah selesai menghadap dan pamit, beliau mendengar adiknya perempuan bungsu yang diambil oleh Dalem, diberikan oleh Dalem kepada Kyai Asak di Kapal, adik dari Kyai Petandakan, treh Nararya Kepakisan. Arya Pucangan II setelah mengetahui adiknya diperlakukan demikian, merasakan sakit hati, betapa beratnya hukuman yang diberikan oleh Dalem.
Arya Pucangan II akhirnya memutuskan meletakkan jabatan sebagai penguasa, menyerahkan kekuasaan kepada putera sulungnya Arya Ngurah Langwang. Beliau kemudian menuju ke hutan ke arah Barat Daya dari istana Pucangan, dan beristirahat di desa Kubon Tingguh.
Desa Kubon Tingguh tempat beliau berduka cita. Di sini beliau didampingi, menikah lagi dengan seorang puteri Bendesa Pucangan, melahirkan seorang putera bernama Kyai Ketut Bendesa atau disebut juga Kyai Ketut Pucangan. Setelah Kyai Ketut Bendesa dewasa, diajak ke istana Pucangan mendampingi kakaknya Arya Ngurah Langwang. Arya Pucangan II wafat di Kubon Tingguh, kemudian dilaksanakan upacara dengan semestinya.

(bersambung.... di 081353099558)