Minggu, 05 Mei 2019

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN PETULU


Dharma Warnana
PURA SAKENAN
Petulu, Ubud, Gianyar

Om Swastyastu
Om, Saraswati namãstu-bhyam, warade kama-rupini,
Siddhãrambhan kari-syami, Siddhir-bhawantu me-sada.
Om, Pranamya sarwa-dewanca, paramãtmanam ewa ca,
Rupa siddhi prayukta ya, Saraswati namamy-aham.
Om, Padma-patra wisalaksi, Padma kesari warnini,
Nityam padma-laya dewi, Sa-mam-pa-tu Saraswati.
Om, Brahma putri mahadewi, Brahmanya rahma Nandini, Saraswati samjñayani, Pranayana Saraswati,

Sembah sujud hamba kehadapan Hyang Dewi Saraswati, sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan yang maha suci. Sebagai berkas sinar penunjuk jalan kegelapan semesta menuju kebahagiaan sejati. Karena bakti yang tulus dan tak terkira ijinkanlah hamba yang hina dina ini mencoba merangkai kata menyusun bait-bait kalimat, menuliskan nama Hyang Bhatara, Para Rsi Agung dan leluhur yang sudah menyatu dengan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi serta menceritakan semampu hamba tentang perjalanan beliau dahulu dalam membentuk jiwa-jiwa kuat pembela keyakinan dan kebenaran. Tetapi karena kepapaan, hamba mohon segala kesalahan diampuni, dijauhkan dari segala sengsara dunia dan nirwana, diberikan umur yang pantas, kebahagiaan tanpa tepi, juga kepada seluruh keturunan hamba kelak dikemudian hari.
Mithologi dan masa kedatangan Para Rsi
Kisah ini diawali dari mithologi tatkala Bali dan Lombok seperti bergoyang tidak tentu arah diumpamakan, karena penduduk kedua pulau masih belum mengerti tentang berbagai ajaran suci yang terkandung dalam jiwa Sang Hyang Catur Weda. Maka oleh seorang penguasa di Jawa yang diibaratkan sebagai Hyang Pasupati, mengirimkan para pendeta untuk turun ke Bali dan Lombok, guna mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan suci. Disinilah awal kisah dari berkembangnya ajaran ke-Tuhanan di Bali, yang diibarakan sebagai gunung yang menjulang menjadi sangat kokoh tak tergoyahkan. Ilmu pengetahuan suci berkembang dari puncak dan lereng gunung, karena diyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi, para Dewa Dewi, Para Rsi Langit bertapa di puncak dan lereng gunung. Sumber ilmu itu diyakini berasal dari Gunung Lempuyang, Andakasa, Batukaru, Mangu dan Beratan, dari puncak-puncak gunung inilah para pertapa mengajarkan ilmu pengetahuan kepada seluruh penduduk Bali. Pda kesempatan berikutnya, pada masa setelahnya, kembali turun para pendeta ke Bali yang segera membangun parahyangan di Besakih sebagai pusat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan suci. Bhatara Hyang Gnijaya berasrama di Lempuyang, Bhatara Hyang Putranjaya di Tolangkir dan Bhatari Dewi Danu di Ulundanu Batur, beliau bertiga kemudian dipuja, dikenal dengan sebutan Bhatara Tiga atau Bhatara Tri Purusa. Sekian lama berlalu Bali masih juga belum seperti yang diharapkan, turun lagi 4 orang pendeta ke Bali, antara lain: Bhatara Hyang Tugu berasrama di Andakasa, Bhatara Hyang Manik Galang di Pejeng, Bhatara Hyang Manik Gumawang di Bratan dan Bhatara Hyang Tumuwuh di Gunung Batukaru. Beliau para Bhatara Hyang selanjutnya menjadi junjungan penduduk Bali, dimuliakan dan dipuja di setiap bekas parahyangannya dahulu.
Pada Masa pemerintahan Ratu Sri Gunapriya Dharmapatni dan Udayana Warmadewa di Bali tahun 911 hingga tahun 943 Saka, turun kembali para Mpu dari Jawa atas undangan Sang Raja juga bertujuan untuk mencemerlangkan Bali melalui ilmu pengetahuan Catur Weda, 5 orang Rsi itu antara lain: Mpu Gnijaya  berasrama di Lempuyang Madya, Mpu Semeru di Besakih, Mpu Gana di Gelgel, Mpu Kuturan di Silayukti dan Mpu Bradah yang menetap di Lemah Tulis Jawadwipa. Para Rsi yang berjumlah 5 orang ini kemudian dikenal dengan nama Sang Panca Tirtha yang selain menurunkan ilmu pengetahuan suci, juga menurunkan putra-putra yang meneruskan tugas leluhurnya. Disudut yang lain, kedatangan Maha Rsi Ing Markandeya ke Bali juga mempunyai misi menyebarkan faham Siwa Buddha. Terjadi pada masa pemerintahan Raja Sanjaya di Jawa, kedatangan Sang Rsi pada kisaran abad ke 9 Masehi juga memberikan warna tersendiri tentang ajaran maha suci dari Jawa ke Bali. Memperkenalkan konsep Lingga Yoni, Petirtan atau Beji, memuja gunung, lembah, ngarai dan campuhan sebagai sumber kehidupan. Para pengikut beliau yang terdiri dari orang-orang Aga menerapkan organisasi Ulu Apad untuk pemukiman penduduk. Diperkirakan organisasi Subak juga mulai dikenal setelah para pengikut beliau membagi lahan pertanian dan sumber air dalam organisasi pertanian yang diwarisi hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar