KATA
PENGANTAR
Om
Swastyastu
Segala
Puji hanya milik Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam manifestasi beliau sebagai
Hyang Saraswathi, sebagai dewanya Ilmu Pengetahuan, berkat limpahan dan berkahNya,
penyusun mampu menyelesaikan buku kecil ini. Buku berjudul Desa Payogan Dalam
Sejarah dan Babad ini, berisikan sekilas perjalanan beberapa keturunan Desa
Tegal Lumbung yang kemudian bermukim di desa Payogan, Ubud.
Pembicaraan
tentang babad atau sejarah, memang cukup menarik bagi banyak orang, bahkan sementara
akhli memberi pernyataan, bahwa manusia tidak akan mungkin dapat meninggalkan
sejarahnya. Mudah difahami bahwa pernyataan itu pada intinya mengandung makna,
bahwa sejarah atau perjalanan hidup pada masa lampau, sekelompok manusia
beserta wilayah yang dihuninya adalah sangat penting. Sifat pentingnya itu
bukan semata-mata karena sejarah sudah terbukti mampu mengantar kelompok
manusia tersebut ke kehidupannya masa kini, serta memung kinkan mereka dapat
meneruskan perjalannya ke masa-masa mendatang. Tetapi lebih dari itu, sejarah
juga mampu menjadikan kelompok manusia yang bersangkutan memiliki cita-cita
mengenai kualitas kehidupan dan dirinya yang ingin dicapai atau diwujudkannya.
Sudah tentu dengan syarat, kelompok sosial tersebut harus bijak lestari dalam
mengambil hikmah dari perjalanan sejarah yang telah dilaluinya. Ingat pulalah
ungkapan sangat bermakna yang pernah terdengar, yang pada hakekatnya menyatakan
bahwa
“ Bangsa yang besar adalah bangsa yang
mampu menghargai sejarahnya”
Sekali
lagi ingin ditegaskan, bahwa uraian ringkas yang telah dikemukakan di atas,
kiranya sudah cukup memberikan pemahaman kepada kita, bahwa pemahaman tentang
sejarah sekelompok manusia, suku bangsa, begitu pula suatu bangsa, termasuk
wilayah yang dihuninya, adalah sangat perlu. Karena dapat memberikan makna yang
tidak terukur besarnya bagi kelompok sosial atau bangsa yang bersangkutan,
namun perlu pula dikemukakan disini, bahwa menyusun uraian sejarah yang
refresentatif bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hal yang dapat menjadi
penghambatnya. Diantara hambatan yang banyak itu, adalah kurangnya data atau
dokumen yang mampu memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun
sejarah, merupakan hambatan terbesar yang lazim dihadapi oleh penyusun sejarah
atau babad.
Dalam
menyusun buku Desa Payogan Dalam Sejarah dan Babad ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam menyusun
materi ini, tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan beberapa pihak,
sehingga, kendala- kendala yang penulis hadapi, bisa teratasi.
Buku Desa
Payogan Dalam Sejarah dan Babad ini, disusun untuk mengetahui sekilas latar
belakang sejarah perjalanan leluhur, juga tujuan apa yang terkandung dalam perjalanan
itu. Banyak pertanyaan, tetapi terbatas yang bisa penyusun jawab, tetapi
setidaknya dari dari berbagai sumber yang penulis dapatkan, penulis bisa
menceritakan sekilas perjalanan leluhur cikal bakal warga di Desa Payogan,
Ubud.
Ini
bertujuan tiada lain adalah untuk menggugah, mengenal serta menghayati
perjalanan suci para leluhur, sampai kemudian bisa bersama-sama berkumpul di
suatu tempat, dimana para pengelingsir dahulu, mendaulat wilayah itu sebagai
pura tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi dan leluhur berpuluh-puluh tahun lalu,
bahkan beratus-ratus tahun lalu.
Semoga
buku kecil ini, dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca, khususnya para warga Desa Pakraman Payogan yang
berasal dari Tegal Lumbung (Gerih).
Penulis
sadar, bahwa buku kecil ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna,
untuk itu, kepada para pembaca dan para pengelingsir Desa Pakraman Payogan,
penulis meminta sumbangsih, kritik, saran dan masukan-masukan demi perbaikan
buku kecil ini di masa yang akan datang. Juga penulis harapkan sekali kritik
dan saran dari para pembaca, pemerhati sejarah dan babad.
Apabila
ada kesalahan yang penulis buat, dengan kerendahan hati, penulis minta maaf.
Karena penulis yakin, apa yang terpapar di hadapan pembaca sekarang, jauh dari
sempurna, itu karena keterbatasan penulis dalam berbagai hal. Juga seperti kata
Bijak
“Tiada
Gading Yang Tak Retak”,
“tiada
manusia yang sempurna “
“ Tan Hana Wwang Swasta Anulus “
Akhir
kata, penulis tutup dengan
“Om
Santhi, Santhi, Santhi Om”
Payangan, 04 September 2012.
( Ida Bagus Bajra )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar