Senin, 03 September 2012

SEDANG MENELUSURI SEJARAH DESA PAYOGAN, TANGGAL 28 AGUSTUS 2012





KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Segala Puji hanya milik Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam manifestasi beliau sebagai Hyang Saraswathi, sebagai dewanya Ilmu Pengetahuan, berkat limpahan dan berkahNya, penyusun mampu menyelesaikan buku kecil ini. Buku berjudul Desa Payogan Dalam Sejarah dan Babad ini, berisikan sekilas perjalanan beberapa keturunan Desa Tegal Lumbung yang kemudian bermukim di desa Payogan, Ubud.
Pembicaraan tentang babad atau sejarah, memang cukup menarik bagi banyak orang, bahkan sementara akhli memberi pernyataan, bahwa manusia tidak akan mungkin dapat meninggalkan sejarahnya. Mudah difahami bahwa pernyataan itu pada intinya mengandung makna, bahwa sejarah atau perjalanan hidup pada masa lampau, sekelompok manusia beserta wilayah yang dihuninya adalah sangat penting. Sifat pentingnya itu bukan semata-mata karena sejarah sudah terbukti mampu mengantar kelompok manusia tersebut ke kehidupannya masa kini, serta memung kinkan mereka dapat meneruskan perjalannya ke masa-masa mendatang. Tetapi lebih dari itu, sejarah juga mampu menjadikan kelompok manusia yang bersangkutan memiliki cita-cita mengenai kualitas kehidupan dan dirinya yang ingin dicapai atau diwujudkannya. Sudah tentu dengan syarat, kelompok sosial tersebut harus bijak lestari dalam mengambil hikmah dari perjalanan sejarah yang telah dilaluinya. Ingat pulalah ungkapan sangat bermakna yang pernah terdengar, yang pada hakekatnya menyatakan bahwa
“ Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu   menghargai sejarahnya”
Sekali lagi ingin ditegaskan, bahwa uraian ringkas yang telah dikemukakan di atas, kiranya sudah cukup memberikan pemahaman kepada kita, bahwa pemahaman tentang sejarah sekelompok manusia, suku bangsa, begitu pula suatu bangsa, termasuk wilayah yang dihuninya, adalah sangat perlu. Karena dapat memberikan makna yang tidak terukur besarnya bagi kelompok sosial atau bangsa yang bersangkutan, namun perlu pula dikemukakan disini, bahwa menyusun uraian sejarah yang refresentatif bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hal yang dapat menjadi penghambatnya. Diantara hambatan yang banyak itu, adalah kurangnya data atau dokumen yang mampu memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun sejarah, merupakan hambatan terbesar yang lazim dihadapi oleh penyusun sejarah atau babad.
Dalam menyusun buku Desa Payogan Dalam Sejarah dan Babad ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam menyusun materi ini, tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan beberapa pihak, sehingga, kendala- kendala yang penulis hadapi, bisa teratasi.
Buku Desa Payogan Dalam Sejarah dan Babad ini, disusun untuk mengetahui sekilas latar belakang sejarah perjalanan leluhur, juga tujuan apa yang terkandung dalam perjalanan itu. Banyak pertanyaan, tetapi terbatas yang bisa penyusun jawab, tetapi setidaknya dari dari berbagai sumber yang penulis dapatkan, penulis bisa menceritakan sekilas perjalanan leluhur cikal bakal warga di Desa Payogan, Ubud.
Ini bertujuan tiada lain adalah untuk menggugah, mengenal serta menghayati perjalanan suci para leluhur, sampai kemudian bisa bersama-sama berkumpul di suatu tempat, dimana para pengelingsir dahulu, mendaulat wilayah itu sebagai pura tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi dan leluhur berpuluh-puluh tahun lalu, bahkan beratus-ratus tahun lalu.
Semoga buku kecil ini, dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca, khususnya para warga Desa Pakraman Payogan yang berasal dari Tegal Lumbung (Gerih).
Penulis sadar, bahwa buku kecil ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu, kepada para pembaca dan para pengelingsir Desa Pakraman Payogan, penulis meminta sumbangsih, kritik, saran dan masukan-masukan demi perbaikan buku kecil ini di masa yang akan datang. Juga penulis harapkan sekali kritik dan saran dari para pembaca, pemerhati sejarah dan babad.
Apabila ada kesalahan yang penulis buat, dengan kerendahan hati, penulis minta maaf. Karena penulis yakin, apa yang terpapar di hadapan pembaca sekarang, jauh dari sempurna, itu karena keterbatasan penulis dalam berbagai hal. Juga seperti kata Bijak
“Tiada Gading Yang Tak Retak”,                                               
“tiada manusia yang sempurna “                                                 
 “ Tan Hana Wwang Swasta Anulus “
Akhir kata, penulis tutup dengan

“Om Santhi, Santhi, Santhi Om”
                                                               

   Payangan, 04 September 2012.

                                                           
                                                           
( Ida Bagus Bajra )

                                                           
                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar