Menurut Lontar Raja Purana Gama. Ekajati yang tergolong pamangku dibedakan jenisnya, sesuai dengan tempat dan kedudukannya, dimana beliau ini melaksanakan tugasnya, yaitu:
1. Pamangku Kahyangan (Pemangku Kusuma Dewa) Pamangku Kahyangan adalah Pamangku yang bertugas pada Kahyangan yang meliputi Kahyangan Tiga, Kahyangan Jagat maupun Sad Kahyangan. Masing-¬masing pura ini memiliki seorang atau lebih Pamangku pemucuk dan mengemban tugas dan bertanggung jawab terhadap segala kegiatan pada pura yang, diemongnya. Selain itu memahami tentang keberadaan pura serta upacara dan upakara yang semestinya dilaksanakan. Pemangku tersebut sering juga disebut Mangku Gde/Mangku Pemucuk. Seperti Pemangku Desa, Dalem, Puseh serta sesungsungan desa lainnya, Kahyangan Jagat serta. Dangkahyangan.
2. Pamangku Pamongomong (Pembantu Pemangku Kusuma Dewa) Pamangku Pamongmomg juga disebut dengan sebutan Jro Bayan, atau dengan sebutan Mangku alit, yang memiliki tugas sebagai pebantu dari Pemangku Gde di suatu pura, yang sering juga disebut Pamangku alit, dengan tugas pokok mengatur tata pelaksanaan dan jalannya upacara, dan hal-hal lainnya sesuai dengan perintah Pemangku Gde.
3. Pamangku Jan Banggul Pamangku Jan Banggul juga disebut dengan sebutan Jro Bahu, disebut juga Pamangku alit, yang bertugas sebagai pembantu Pemangku Gde, dalarn menghaturkan atau ngunggahang bebanten, menurunkan arca pratima, memasang bhusana pada pelingih, nyiratan wangsuh pada dan memberikan bija kepada umat yang sembahyang, serta hal-hal lainnya sesuai dengan perintah / waranuggraha Pemangku Gde pada pura tersebut.
4. Pamangku Cungkub Pamangku Cungkub yaitu: Pamangku yang bertugas di Mrajan Gde yang memiliki jumlah Palinggih sebanyak sepuluh buah atau lebih.
5. Pamangku Nilarta Pamangku Nilarta adalah Pamangku yang bertugas pada pura yang berstatus sebagai pura Kawitan atau pura Kawitan dari keluarga tertentu.
6. Pamangku Pandita Pamangku Pandita memiliki tugas muput yadnva seperti Pandita. Adanya Pemangku jenis ini didasarkan atas adanya tradisi atau purana pada daerah tertentu yang tidak diperkenankan menggunakan pemuput Pandita. Sehingga segala tugas, menyangkut pelaksanaan Panca Yadnya diselesaikan oleh pemangku tersebut, dengan mohon tirtha pamuput dengan jalan nyelumbung.
7. Pamangku Bhujangga Pamangku Bhujangga adalah pamangku yang bertugas pada pura yang berstatus sebagai paibon.
8. Pamangku Balian Pamangku ini hanya bertugas melaksanakan swadharma Balian, dapat nganteb upacara atau upakara hanya yang berhubungan pengobatan terhadap pasiennya.
9. Pamangku Dalang Pamangku yang melaksanakan swadharma sebagai Dalang, dapat nganteb upacara atau upakara yang hanya berhubungan dengan swadharma Pedalangannya saja, seperti mabayuh pawetonan atau Nyapuh Leger.
10. Pamangku Tapakan / lancuban Pamangku ini hanya bertugas apabila pada suatu pura melaksanakan kegiatan nyanjan atau nedunan Bhatara nunas bawos, untuk kepentingan pura tersebut untuk, memohon petunjuk, dari dunia niskala.
11. Pamangku Tukang Pamangku ini juga disebut Pamangku Undagi, pamangku yang paham akan ajaran Wiswakarma serta segala pekerjaan tukang, seperti Undagi, Sangging, Pande dan sejenisnya, dapat nganteb upacara atau upakara hanya sebatas yang berhubungan dengan tugas beliau sebagai tukang.
12. Pamangku Sang Kulputih Pamangku Sang Kulputih swadharmanya sebagai pemangku yang memakai gagelaran Sang Kulputih dalam pemujaannya.
13. Pamangku Sang Kulpine Pamangku yang memakai gagelaran Sang Kulputih dan Kusuma Dewa dalam swadharmanya sebagai pembantu Pamangku Sang Kulputih.
14. Pamangku Kortenu, Pamangku Kortenu adalah Pemangku yang bertugas di Pura Prajapati, selain nganteb di Pura yang di emongnya, juga dapat nganteb upacara yang berhubungan dengan Pitra Yadnya, seperti Ngulapin Pitra pada saat akan melaksanakan upacara Atiwa-tiwa dan lain sebagainya.
Yama Brata
terdiri dari:
a. Ahimsa
: tidak membunuh,
menyakiti makhluk lain
b. Brahmacari
: tekun memperdalam ilmu keagamaan
c. Awyawahara
: tidak pamer dan dapat mengekang hawa nafsu
d. Asteya
: tidak suka
mencuri, korupsi, mengambil milik orang lain
e. Satya
:
senantiasa menjunjung kebenaran, taat dan jujur
2. Nyama Brata terdiri dari:
a. Akroda
: mengekang api amarah, nafsu serta berusaha
mengendalikan diri.
b. Guru susrusa :
selalu taat kepada perintah guru, serta mengikuti semua ajarannya.
c. Sauca
: selalu melembagakan kesucian dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Aharalagawa :
tidak sembarang makan dimakan.
e. Apramada
: tidak menghina, melecehkan pendapat orang lain serta mabuk terhadap apa
yang dimiliki.
Secara
khusus bebratan tentang kepemangkuan ini termuat dalam Lontar Tattwa Dewa
sebagai berikut: ‘Pamangku tan amisesa gelah anake juang, tembe-tembe ring
niskala’. Artinya: “pemangku tidak dibenarkan mengambil milik orang lain,
lebih-lebih milik pura”. Hal ini mengingatkan agar para pemangku tidak rakus
terhadap kepunyaan pura, seperti sesari maupun barang-barang lainnya yang
dipersembahkan oleh umat.
Selanjutnya
tentang bebratan pemangku dalam rangka menjaga kesucian diri ‘susila ambeking
budhi’ dan menghindari perbuatan dursila maupun yang dipandang mencemari
dirinya secara lahhir batin, juga ada brata lainnya disebutkan dengan brata
haji kreta namanya, sebagai berikut:
‘Nihan haji
kretta ngaran, tingkahe mamangku, asuci purnama tilem, ika maka wenang adenging
abrata, kawasa mangan sekul, kacang-kacang garam, aywa mangan ulam bawi lonia
satahun, malih abrata mangan sekul iwaknia tasik lonia solas dina, malih abrata
amangan sekul iwaknia sarwa sekar lonia tiga dina, nihan brata amurti wisnu
ngaran, kawasa mangan sekul iwaknia sambeda, aywa nginum toya solas dina lonia,
brataning abrata ngaran’.
Terjemahan:
“inilah haji
kreta namanya, perilaku menjadi pemangku, menyucikan diri purnama tilem, itulah
kelengkapan melaksanakan brata, diwajibkan makan nasi, kacang-kacang, garam,
jangan makan daging babi lamanya setahun, dan lagi makan nasi dengan lauk garam
lamanya sebelas hari, dan lagi abrata makan nasi lauknya bunga-bungaan lamanya
tiga hari, ini brata amurti wisnu namanya, dibenarkan makan nasi lauknya
sembarangan namun jangan minum air sebelas hari puncak brata namanya”.
J. Hak-Hak Seorang Pemangku.
Sebagai
wujud penghargaan terhadap tugas dan kewajiban pemangku yang cukup berat,
Seminar Kesatuan Tafsir Aspek-Aspek Agama Hindu VI tahun 1980 ditetapkan
sebagai berikut:
1. Bebas dari ayahan desa, sesuai
dengan tingkat kepemangkuannya.
2. Dapat menerima bagian sesari aturan
atau sesangi.
3. Dapat menerima bagian hasil pelaba
pura (bagi pura yang memiliki)
Walau telah
diatur seperti di atas, pelaksanaannya tetap disesuaikan dengan situasi dan
kondisi setempat maupun awig-awig yang telah disepakati, baik yang berlaku di
lingkungan suatu pura maupun desa adat, pemangku kahyangan desa menjadi
tanggung jawab Desa Pakraman.
Bagi
pemangku yang bertugas di luar Kahyangan Desa, mendapatkan penghargaan dan hak
dari kelompok pangempon pura tempatnya bertugas sebagai pemangku, sedangkan
kewajiban terhadap Desa Pakraman dan Pura Kahyangan Desa masih dibebani dalam
tingkat tertentu sesuai dengan awig-awig setempat.
Sedangkan
pemangku jenis Pinandita, Pemangku Dalang, Pemangku Tukang, tidak mendapat
luput, karena tugasnya tidak terkait secara langsung dengan suatu pura
tertentu.
Di luar dari
hak yang berupa penghargaan kepada pemangku seperti tersebut di atas,
berdasarkan kesepakatan maupun awig-awig pemangku sering diberi penghargaan
berupa:
1. Punia berupa pakaian setiap setahun
sekali atau berupa dana/ uang dari perseorangan maupun lembaga yang sifatnya
tidak mengikat.
2. Bila meninggal, biaya pengabenan
ditanggung Desa Pakraman atau pengempon pura dimana pemangku tersebut bertugas.
K. PENUTUP
Demikianlah
pemangku sebagai panutan masyarakat, patut memimpin dan menuntun masyarakat
dalam melakukan upacara yajna, baik di pura maupun di masyarakat sebagai
komunikator umat kepada Tuhan. Untuk itu pemangku wajib memahami ajaran-ajaran
susastra suci agama Hindu yang telah ditetapkan kemudian lanjut mengamalkan
dalam tugas dan kehidupan sehari-hari.