BAB III
DESA ADAT CELUK
WILAYAH, PENDUDUK DAN
ORGANISASI ADAT
III.1. Wilayah dan Penduduk Desa
Adat Celuk.
Suatu tempat untuk melakukan pertemuan
baik bagi pengurus desa maupun bersama-sama warga desa. Untuk tempat pertemuan
desa, warga desa atau Krama Desa memilih tempat di tengah-tengah dari wilayah
pemukiman
warga desa.
Peta
Batas Wilayah Desa Adat Celuk
|
Peta
Letak Pura Dalem Desa Adat Celuk
|
Pusat desa yang memiliki multi
fungsi ini, berkembang menjadi Tempat suci yang disebut “Pura Desa atau Pura
Bale Agung”, sebagai tempat melakukan pertemuan. V.E Korn menggambarkan Pura
ini sebagai “The Sacral Men’s House”. Desa Adat Celuk awalnya adalah bagian
dari wilayah Desa Sangsi yang kemudian berpisah dan membentuk Desa Adat
sendiri. Desa Adat Celuk adalah satu kesatuan dengan Banjar Adat dan Banjar
Dinas, yang dibagi menjadi 6 Kesinoman yaitu : Sinoman Majalangu, Sinoman
Maspahit, Sinoman Panji, Sinoman Pekandelan, Sinoman Galuh, dan Sinoman Mantri
. Wilayah Desa Adat Celuk mempunyai batas wiiayah sebagai berikut, Batas
wilayah timur Desa Adat Tangsub, batas wilayah selatan areal persawahan Subak
Tangsub, batas wilayah barat Banjar Tegaltamu, dan batas wilayah
utara Desa Adat Apuan atau Tukad Wos. Secara Astronomis, Desa Celuk berada pada
kordinat 08035.28. - 08036.27 Lintang Selatan dan 115015.57-115016.57 Bujur
Timur. Terletak dijarak 16 Km arah barat daya dari kota Gianyar. Menurut data
Profile Desa, Luas wilayah Desa Celuk 2,28 M2, terdiri dari tanah Regosol
Coklat Kekuningan, yang bahan induknya berasal dari Abu dan Tufavolkan
Intermedier. Fisiografis Desa Celuk adalah daerah Fan Volkan dengan kontur
wilayah landai dengan kemiringan lereng 0-2% dengan ketinggian 250 Meter Diatas
Permukaan Laut atau MDPL. Secara administrasi
pemerintahan dinas, Desa Adat Celuk Bersama dengan Desa Adat Tangsub dan
Desa Adat Camenggaon berada dibawah Desa Dinas Celuk yang merupakan salah satu
dari 12 Desa dinas di
wilayah Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Warga Desa Adat
Celuk sebagai makhluk sosial sangat menyadari bahwa hidup harus senantiasa
didasari oleh rasa saling menghargai dan bertanggung jawab. Awig-awig Desa Adat
dibuat untuk mengatur dengan
jelas batasan hubungan antara kehidupan sosial masing-masing warga Desa Adat
Celuk. Tercatat Jumlah Penduduk di Banjar Dinas Celuk ada 2197 orang
dengan jumlah kepala keluarga ada 499
kepala keluarga yang terdiri dari 1071 orang laki laki dan 1126 orang
perempuan. Sedangkan Jumlah Krama Desa Adat Celuk ada 427 kepala keluarga.
III.2. Organisasi Adat dan Dinas.
Para Juru Desa Adat
dibentuk sebagai pemimpin Desa Adat dalam mengatur krama adat agar tidak sampai
melanggar isi dari setiap sargah di Awig-awig Desa Adat Celuk. Para Juru Adat
Celuk terdiri dari Para Juru Gede, antara lain. Sabha dan Kertha Desa diatur
oleh pengurus dengan Kelihan dijabat oleh I Wayan Ratim, Petajuh dijabat oleh I
Wayan Suwetha dan Penyarikan juga Artharaksa dijabat oleh I Made Wira Widiana.
Kertha Desa bertugas membantu prajuru Desa Adat Celuk dalam menyelesaikan
perkara adat, sedangkan Sabha Desa bertugas membantu Prajuru Desa Adat Celuk
dalam hal merencanakan dan menyelesaikan permasalahan di luar perkara adat.
Badan ini sangat penting dalan struktur organisasi sebuah Desa Adat sebagai
badan pertimbangan Desa Adat sekaligus sebagai perwakilan masyarakat Desa Adat
yang mengakomodir segala macam permasalahan yang menyangkut adat. Desa Adat diatur dengan tegas Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 47 disebutkan “Desa adalah desa
dan desa adat atau yang disebut dengan nama lam, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk
mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak Asal-usul dan / atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” diperkuat dengan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman pasal 1
angka 4 dijelaskan tentang Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat
di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan
hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga
atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri
serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Tercatat ada 8
orang yang pernah menjabat sebagai Bendesa Adat Celuk sejak tahun 1999 sampai
dengan 2018. Adapun nama Namanya adalah sebagai berikut, tersusun sesuai dengan
urutannya dari tahun 1999 yaitu : I Wayan Suwetha, I
Nyoman Suru, I Wayan Wijaya,
Alm. I Nyoman Karang (Alm. Jro Mangku Dalem Karang),
I Wayan Ratim, I
Made Bagiada, I Made Suarsana dan
I Nyoman Landra. Saat
ini Bendesa Adat Celuk dijabat oleh Ir. Kadek Anom
Asta Brata, dibantu oleh Artaraksa atau Bendahara I Komang Widiana, S.E. dan
Penyarikan atau Penyarikan atau Sekretaris dijabat oleh I Kadek Mustika, SE. Para Juru Banjar Dinas dan Banjar Adat Celuk masing-masing:
Kelihan Dinas dijabat oleh I Wayan Agus Suarnaya, S.Kom. Kelihan Adat dijabat
oleh I Ketut Mataram, Artaraksa Banjar Adat dijabat oleh Ir. I Wayan Gede
Antara, Penyarikan dijabat oleh Drs. I Made Suastika. Para Juru Banjar Adat dan
Dinas Celuk bertugas untuk melayani keperluan administrasi Krama Banjar Celuk
secara dinas maupun secara adat. Selain Pengurus Para Juru Pokok, Desa Adat Celuk juga menaungi
organisasi adat antara lain:
III.2.1. Pecalang Desa Adat Celuk
Pecalang Desa Adat
Celuk dengan jumlah 14 anggota, dengan Kelihan dijabat oleh I Ketut Jana, wakil
kelihan dijabat oleh 1 Ketut Nurjana, Penyarikan atau Sekretaris dijabat oleh
Komang Arimasta dan Bendahara dijabat oleh Wayan Semara Bawa. Organisasi Adat
ini bertugas sebagai Jagabaya Desa Adat. Kata Pecalang menurut ahli tafsir
bahasa Bali dan Kawi berasal dan kata dasar “Calang” yang berasal dari kata
“Celang” yang dapat diartikan sebagai Waspada. Organisasi Adat ini diatur
dengan jelas di Peraturan Daerah Provinsi Bali tahun 2001.
IIL2.2. Seka Gong Desa Adat Celuk
Seka Gong Desa Adat
Celuk beranggotakan 40 Anggota, dengan
pengurus: I Wayan Bratayana sebagai Kelihan Seka Gong, I Made Sudirka Sebagai
wakil kelihan. Seka Gong adalah lembaga atau kelompok sosial yang lebih kecil
sifat, ruang lingkup dan keanggotaannya dari Desa Adat, Seka Gong merupakan
kesatuan dari beberapa orang Krama Desa Adat yang menghimpun diri atas dasar
kepentingan yang sama dalam kegiatannya yang menyangkut kepentingan Desa Adat
maupun anggotanya.
III.2.3. Ayah Suci Lanang, Ayah Suci
Istri dan Tukang Ebat
Dalam rangka mempersiapkan
upacara yang dilaksanakan di Kahyangan Desa Adat Celuk Prajuru Desa dibantu
oleh beberapa ayah atau mancagrha yang terdiri dari Ayah Suci Lanang, Ayah Suci
Istri dan Tukang Ebat. Ayah Suci lanang dikoordinir oleh I Wayan Sulastra, dan
dibantu oleh I Ketut Sudiana dan I Made Suyana sebagai Piranti atau tukang
belanja, serta I Wayan Sandi, I Nyoman Sujina dan I Wayan Juniawan sebagai
anggota. Ayah Suci Istri dikoordinir oleh Ni Ketut Sujasmin, dan Ida Ayu
Megawati, dengan dibantu oleh Ni Made Manis dan Ni Made Widariningsih sebagai
bendahara, dan Ni Ketut Suparti, Ni Made Bunter, Ni Nyoman Derti, Ni Made Ganti, Ni Wayan Murni,
Ni Made Sare, Ni Luh Kade Suartini, Ni Luh Man Sukanadi, Ni Ketut Sulastri
sebagai anggota. Tukang Ebat Desa ada
tiga orang yaitu : I Made Artadana, I Ketut Sulendra, dan I Wayan Reika
Santika.
III.2.4. Ayah Pengresik
Ayah
Pengresik adalah warga desa yang dipilih untuk menjaga kebersihan pura dan
memasang dan menyimpan wastra pelinggih pelinggih di pura. Ayah pengresik ada 9
orang. I Ketut Suardijaya ditunjuk sebagai coordinator, dengan anggota yaitu I
Made Muliada, I Ketut Budiasa, I Made Partama, I Made Bagiman, I Wayan
Semarajaya, I Made Anom Sudarta, Kadek
Agus Budayasa, I Komang susrama.
III.2.5. Seka
Pesantian Desa Adat Celuk
Fungsi dan peranan
dari Desa Adat salah satunya adalah sebagai pembina, pengayom dan penuntun di
bidang keagamaan, sebagai tempat pendidikan agama, pembinaan mental dan
spiritual, upaya ini dilaksanakan di Desa Adat Celuk, salah satunya dengan
membentuk Seka Santi Desa Adat Celuk dengan anggota 25 orang, I Ketut Kasna Ngantara
sebagai ketua, Dra Ni Nyoman Ayu Triwidani, M.pd sebagai sekretaris dan Dra. Ni
Wayan Kasihani Sebagai bendahara. Seka Santi dianggap sangat penting sebagai
wadah krama desa adat dalam membentuk karakter lewat nyanyian atau upaya
mengenal dan memahami ajaran suci Weda melalui olah seni suara tradisional.
III.2.6. Pengenter
Pemuspan dan Tukang Lampu Desa
Pada setiap upacara
nista madya uttama, Krama Desa Adat Celuk sudah menugaskan 3 orang krama
sebagai pengenter pemuspan, Drs I Nyoman Rai Putra, I Nyoman Sucikra dan I Ketut Sukada, sementara krama yang bertugas sebagai Tukang
Lampu Desa terdiri dari 6 krama, antara lain: I Made
Suana sebagai ketua, I Made Sukarja sebagai sekretaris dan I Made Rudita
sebagai Bendahara, dengan anggota: I Wayan Ruma, I Wayan Suardana dan I Wayan
Armadi.
III.2.7. PKK
Banjar Celuk
PKK Banjar Celuk
adalah organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan
memiliki andil besar yang secara pragmatis mampu membantu masyarakat terutama
dalam hal keluarga, perempuan, dan anak. Hal ini sejalan dengan nama PKK yang
punya kepanjangan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga. Karena PKK adalah gerakan
yang sifatnya pragmatis, sehingga tak lepas dari berbagai fungsi yang
disematkan dalam 10 fungsi dasar dari PKK, antara lain: Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila, Gotong Royong, Pangan, Sandang, Perumahan serta
Tatalaksana Rumah Tangga, Pendidikan serta Ketrampilan, Kesehatan, Pengembangan
Kehidupan Berkoperasi, Kelestarian Lingkungan Hidup dan Perencanaan Sehat. PKK
Desa Adat Celuk berjumlah 427 anggota dengan pengurus: Ketua dijabat oleh Ni
Nyoman Sritamin sekretaris dijabat oleh Ni Wayan S. Mulyawati dan bendahara
dijabat oleh Ni Wayan Kusniari.
III.2.8. Seka
Deha Teruna atau Teruna Teruni Yowana Jaya
Desa Adat Celuk
adalah kumpulan atau wadah organisasi Pengembangan
generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas
dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari masyarakat terutama generasi
muda di wilayah desa Adat Celuk yang bergerak
dibidang kesejahteraan sosial. Beranggotakan 426 anggota dengan pengurus: Ketua
dijabat oleh Kade Dody Alit Mudana, Wakil Ketua I dijabat oleh I Wayan Juni
Natawijaya, Wakil Ketua n dijabat oleh Kadek Nadya Narita Galung, Sekretaris I
dijabat oleh Ni Wayan Nanik Suryantini, Sekretaris II dijabat oleh I Kadek
Suardipayana, Bendahara I dijabat oleh Ni Wayan Nia Arditya Sari dan Bendahara
II dijabat oleh I Wayan Gede Tisna Prasetya. Keberadaan kelompok ini sebenarnya
untuk memantapkan kegiatan sosial tanpa mengenal status masing-masing orang
dalam masyarakat yang dihubungkan dengan adat istiadat Hindu di Desa Adat
Celuk.
III.2.9. Pemangku
Dalam Bidang Keagamaan faktor
yang paling penting adalah pemimpin upacara dimasing-masing kayangan, untuk
urusan ini Desa Adat Celuk membagi pemimpin upacara dalam 2 wadah, yaitu
Pemangku Kahyangan Tiga dan Pemangku pura Manca. Berikut adalah nama nama
Pemangku Kahyangan Tiga
1.
Berikut adalah nama Pemangku Dalem Lan Prajapati 5 generasi
berurutan dari yang tertua : (Alm) Jro Mangku Dalem Genjar + (Alm) Jro Mangku
Dalem Wanti, (Alm) Jro Mangku Dalem Jajug + (Alm) Jro Mangku Dalem Soter, (Alm)
Jro Mangku Dalem Sukata + (Alm) Jro Mangku Dalem Masni, (Alm)Jro Mangku Dalem
Karang + Jro Mangku Dalem Repen & Jro Mangku Dalem Simpen, Jro Mangku Dalem
Karang Susana Putra, Jro Mangku Dalem Dwi Utari, Jro Mangku Dalem Repen &
Jro Mangku Dalem Simpen
2.
Jro Mangku Desa Wiadnyana & Jro
Mangku Desa Sarini (Pemangku Ring Pura Desa)
3.
Jro Mangku Nataran Budayana & Jro
Mangku Nataran Suriati (Pemangku Ring Pura Nataran)
4.
Jro Mangku Gumi Tiarsa & Jro Mangku
Gumi Metri (pemangku Ring Pura Gumi)
5.
Ida Mangku Surya Suteja & Ida Mangku
Surya Hirthawati (Pemangku Ring Palinggih Padmasana & Piyasan Surya)
6.
Jro Mangku Alit Retig, Jro Mangku Alit Ariana & Jro Mangku Alit
Rupini (Pemangku Ring Palinggih Sesuhunan Ida Ratu Gede)
Dan berikut adalah nama nama Mangku
Manca yang Pura Panti atau dadyanya berada di wilayah Desa Adat Celuk :
1.
Jro Mangku Darsana Putra & Jro
Mangku Mustiari (Pura Ibuangin)
2.
Jro Mangku Wiasta & Jro Mangku Luh
Wistri (Pura Pande)
3.
Jro Mangku Gria & Jro Mangku Suati
(Pura Sanggar Agung)
4.
Jro Mangku Suarsa & Jro Mangku Masni
(Pura Anggar Kasih)
5.
Jro Mangku Artana & Jro Mangku
Sariadi (Pura Dalem Kedewatan)
6.
Jro Mangku Rasma & Jro Mangku
Kendriwati (Pura Budha Keling)
7.
Jro Mangku Sukerti (Pura Budha Manis
Dauh)
8.
Jro Mangku Asmarajaya & Jro Mangku Sulasih
(Pura Budha Manis Panasan)
9.
Jro Mangku Muliartha & Jro Mangku
Ary Suliastini (Pura Budha Kliwon Pagerwesi)
10.
Jro Mangku Gejir & Jro Mangku Rati
(Pura Budha Kliwon Sinta)
11.
Jro Mangku Sukadana & Jro Mangku
Adnyani (Pura Budha Kliwon Wasan)
12.
Jro Mangku Kantra Yana & Jro Mangku
Pantiasih (Pura Pajenengan Budha Cemeng)
13.
Jro Mangku Sukadana & Jro Mangku
Atik (Pura Tambyak)
14.
Jro Mangku Sulastra & Jro Mangku
Nengah Karianti (Pura Madya & Pura Budha Cemeng)
15.
Jro Mangku Landra & Jro Mangku
Antari (Pura Santi)
16.
Jro Mangku Diarsa & Jro Mangku
Nurasti (Pura Madya)
17.
Jro Mangku Sunarta & Jro Mangku
Dilewati (Pura Panyeneng)
III.2.10.Lembaga Perkreditan Desa dan Koperasi Desa Adat Celuk
Upaya krama Desa Adat Celuk untuk
memberdayaan ekonomi dilaksanakan dengan membangun 2 lembaga keuangan desa.,
LPD Desa Adat Celuk dengan jumlah karyawan sebanyak 13 orang, ketua LPD dijabat
oleh I Wayan Gede Sumarata, S.H., Tata Usaha dijabat oleh I Wayan Gede Eka
Budiarta, S.H dan Bendahara dijabat oleh I Wayan Badra, S.H. Untuk
mengawasi LPD Desa Adat Celuk maka dibentuklah Badan Pengawas atau Panureksa
LPD yang diketuai oleh Ir. IKadek Anom Astabrata dengan anggota yaitu : I Kadek Mustika, SE, I
Nyoman Widiana, SE, I Wayan Narya, I Made Busana, SE. Sementara itu dibawah Banjar juga ada Lembaga
yang bergerak di bidang Ekonomi yaitu Koperasi
Banjar Celuk yang mempunyai karyawan sejumlah 4 orang dengan Kadek Ganda Ismawan sebagai Ketua, I Made
Megayasa sebagai Sekretaris, dan I Ketut
Kasna Ngantara sebagai Bendahara. Untuk Pengawas Koperasi Banjar Celuk dijabat
oleh I Made Marjana SE. sebagai Ketua
dengan anggota I Kadek Darma Sulistyadi
dan I Nyoman Wirajaya
BAB IV
PURA-PURA DI WILAYAH DESA
ADAT CELUK
Ilmuan ternama DR R. Goris memaparkan
dalam tulisannya IE Godsdienstig Karakter Der Balische norpsgemeenschap”, atau
“Karakter Religius dari Komunitas Desa Bali” bahwa ciri religius dan desa adat
di Bali dibentuk oleh tiga unsur fundamental yaitu:
1.
Sejumlah tempat suci desa
atau Pura-Pura desa sebagai tempat pemujaan umat.
2.
Susunan kepengurusan desa
atau prajuru desa yang selalu dikaitkan dengan fungsi-fungsi social keagamaan.
3.
Berbagai upacara seremonial
atau upakara yang konsisten dilakukan oleh desa
Seperti yang sudah
diterangkan di Bab II Sejak awal, Maha Rsi Markadeya telah membuat pedoman pada
masyarakat Bali bahwa di tempat utama desa seyogyanya dibangun tempat suci desa
untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan desalah yang wajib mengurus tempat
suci desa. Disebutkan tiga tempat secara khusus dalam sebuah Desa yakni:
IV.l. Pura
atau Kahyangan Desa Adat Celuk.
Suatu tempat yang
difungsikan untuk melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu
diusahakan suatu tempat yang lebih tinggi dari desa. Tempat ini merujuk ke arah gunung atau kaja. Di
sinilah kemudian dibuat tempat suci pusat atau asal yang difungsikan untuk
memuju Tuhan dalam perwujudannya sebagai dewa pelindung alam dan para roh suci leluhur yang telah menjadi Dewa. Tempat suci imlah
kemudian disebut “Pura Puseh”, dan merupakan “tempat suci alam atau (Upper
Worldly Temple)”.
IV.1.1. Pura Kahyangan Desa
Adat Celuk.
Secara etimologi kata
Kahyangan Tiga terdiri dari dua kata yaitu kahyangan dan tiga. Kahyangan
berasal dari kata hyang yang berarti suci mendapat awalan ka dan akhiran an, an
menunjukkan tempat dan tiga artinya tiga. Arti selengkapnya adalah tiga buah
tempat suci, yaitu Pura Desa atau disebut pula Pura Bale Agung, Pura Puseh dan
yang ketiga adalah Pura Dalem. Kahyangan Tiga merupakan salah satu unsur dari
Tri Hita Karana yaitu
unsur parhyangan dari setiap desa adat di Bali. Pada Kahyangan Tiga masyarakat
desa memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk desa dan masyarakatnya Unsur
yang ke dua dan tiga dari Trihita Karana disebut dengan pelemahan dan pawongan.
Dengan demikian maka di dalam mewujudkan rasa aman, tentram, sejahtera lahir
batin dalam kehidupan desa adat berlandaskan tiga hubungan harmonis yaitu
hubungan manusia dengan alam atau hubungan krama desa dengan wilayah desa adat,
hubungan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam desa adat dan
hubungan krama desa dengan Hyang Widhi sebagai pelindung. Inilah yang dinamakan Tri Hita Karana dalam
desa adat di Bali, Dengan tercakupnya unsur ketuhanan dalam kehidupan desa adat
di Bali, maka desa adat di Bali mencakup pula pengertian sosio-religius. Maka
dari itu perpaduan antara adat dengan agama Hindu di Bali adalah erat sekali
sehingga sulit memisahkan secara tegas unsur-unsur adat dengan unsur agama,
karena adat-istiadat di Bali dijiwai oleh agama Hindu dan aktivitas agama Hindu
didukung oleh adat istiadat di masyarakat. Mpu Kuturan di Bali pada awal abad
11, menata kayangan melalui konsep “Tri Murti” yakni faham teologis yang menjabarkan
kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk trinitas.
Konsep mi kemudian diadopsi dalam pembangunan pura
yang kemudian dikenal dengan nama Kahyangan Tiga. Simbol-simbol kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
diwujudkan dalam bentuk Arca Lingga Bhatara disungsung oleh warga Desa Celuk adalah Sesuwunan Ida Bhatara Ratu
Gede, Ida Bhatara Ratu Ayu,
Ida Ratu Lingsir dan Ida Ratu Segara. Ida Bhatara Ratu Gede, Ida Bhatara Ratu Ayu, Ida Bhatara Ratu Segara dan
Ida Bhatara Ratu Lingsir dihaturkan piodalan setiap
Saniscara Kliwon Wayang dan Piodalan Nadi dihaturkan
pada setiap 6 bulan Bali. Khusus apabila Tumpek
Wayang bertepatan jatuhnya dengan Purnama
Sasih Kadasa, Ida kehaturan piodalan Mapidudus
Nyatur.
IV.1.1.1. Pura Puseh (Gumi) dan Pura Penataran
Desa Adat Celuk.
Kata Puseh adalah
berasal dari kata Puser yang berarti pusat. Kata pusat disini mengandung makna sebagai pusatnya kesejahteraan dunia yang mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan bagi umat manusia, sehingga
upacara-upacara yang berhubungan dengan
kesuburan dunia dilaksanakan di Pura Puseh.
Dewa Wisnu sebagai Dewa Pemelihara dari ciptaan
Hyang Widhi dalam seni area digambarkan dengan laksana
atau ciri bertangan empat yang masing-masing memegang,
cakra, sangka dan buah atau kuncup teratai. Wahana
adalah Garuda, sedangkan saktinya adalah Dewi Sri atau Dewi Laksmi (Dewi Kebahagiaan). Pura Penataran
Desa Adat Celuk terletak di barat daya Pura Dalem,
menyatu dengan Pura Puseh Gumi dan Pura Desa
Bale agung. Pada kerajaan Hindu di Bali,
tempat suci kerajaan disebut Pamerajan”.
Pemerintah kerajaan memiliki dua tempat suci yakni: Pura Penataran sebagai pura kerajaan atau pura pemerintahan dan pura prasada (candi) sebagai tempat
pemujaan bagi leluhur kerajaan. Dalam Pura Penataran, kesatuan kerajaan
melakukan peringatan meminta berkah kemasyuran, perlindungan, kekuatan untuk
memerintah yang kesemuanya dilaksanakan dengan cara-cara religius. Di dalam
Pura Penataran yang disembah adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa penguasa wilayah,
(bumi, tanah). Untuk lebih lengkapnya tentang Pura Penataran akan diulas dalam
Buku Purana Desa Celuk kemudian. Piodalan di Pura Puseh (Gumi) dan Pura
Penataran dilaksanakan pada setiap Purnama Kajeng setelah Saniscara Kliwon Wayang (Tumpek
Wayang).
IV.1.1.2. Pura Desa Bale Agung Desa Adat Celuk
Pura ini disebut
dengan nama Pura Desa karena pura ini ditempatkan di pusat desa, menjadi tempat
pusat kegiatan pelaksanaan upacara untuk kepentingan desa seperti upacara
Ngusaba Desa, pasamuhan Ida Bhatara setelah upacara melis yang dilaksanakan
sebelum upacara Panyepian. Disebut pula dengan nama Pura Bale Agung, yang
kemungkinan diambil dari nama bangunan Bale Agung yang terdapat pada bagian
halaman pertama dari pura ini. Dalam penataan Pura Desa itu, Pura Bale Agung
difungsikan sebagai tempat pemujaan Tuhan pencipta atau Brahma dan Sakti-Nya
yang bergelar Dewi Saraswati. Piodalan di Pura Desa, Pura Bale Agung
dilaksanakan pada setiap Pumama kajeng setelah Saniscara Kliwon Wayang (Tumpek
Wayang).
IV.1.1.3. Pura Dalem Desa Adat Celuk
Pura Dalem
difungsikan untuk melakukan penyucian terhadap roh, dalam kepercayaan
masyarakat Hindu Bali, Roh tidaklah secara serta merta menjadi suci setelah
manusia mati karena masih dalam bentuk Pitara. Baru setelah dilakukan proses upacara penyucian di Pura Dalem
rohnya menjadi suci dan terangkat dari
alam bawah menuju atas Pura Dalem Celuk terkesan sangat besar dan megah dalam
ukuran semua pelinggihnya, tetapi senantiasa sederhana dalam disainnya. Pura
ini mengalami perubahan arsitektur selama berabad-abad. Perubahan itu datang
sebagai hasil dari paham Hindu yang secara perlahan-lahan disaring dari karajaan
Hindu di Bali dari masa ke masa Pura Dalem Celuk, Pura Prajapati dan Setra Desa
Adat Celuk mempunyai konsep dasar yang mengatur hubungan makna ketiga tempat
itu yang berhubungan sangat erat dengan kekuasaan Dewa Siwa dan saktinya, Dewi
Durga. Pura Prajapati Tempat Pemujaan Alam Kosmis Dari ketiga tempat suci itu,
orang menghubungkan lagi dengan unsur-unsur bhuana agung yang juga ditemukan
dalam bhuana alit. Hubungan unsur-unsur itu diatur oleh sistem kosmis melalui
jaringan makna yang renik dan masyarakat terkurung di dalam jaringan makna itu
membentuk aktivitas ritual umat Hindu di Desa Adat Celuk. Bila Pura Prajapati
diyakini sebagai tempat pemujaan alam kosmis. Setra atau Pemuwunan atau tempat
pembakaran mayat adalah tempat atau panggung transformasi seluruh kekuatan
negatif dari yang tercipta dari murkanya Dewi Dewi Durga. Pura Dalem adalah
stana Dewa Siwa yang berfungsi sebagai tempat penetralisir kekuatan positif dan
negatif yang ditimbulkan di Prajapati maupun di Setra. Di Pura Prajapati, menurut
beberapa sumber lontar, adalah stana Bhatari Durga dengan tiga kekuatan beliau
berupa Anggapati yang melambangkan nafsu di badan, Prajapati berarti Penguasa
Setra Gandamayu dan Banaspati adalah sifat yang terbentuk dari unsur Gamang,
Tonya, Memedi, Detya dan seluruh mahluk gaib yang tidak tampak. Pada
Mulanya piodalan di Pura Dalem Desa Adat Celuk
jatuh pada setiap Tilem kedua sesudah Buda Kliwon
Dunggulan (Galungan), namun pada momen
pelaksanaan Karya Pura Dalem pada tanggal 22 Oktober 2019 ini sekaligus akan
dilakukan perubahan tegak odalan menjadi setiap Anggara Kasih Wuku
Prangbakat. Sebagaimana diceritakan oleh tokoh dan tetua masayarakat Desa
Adat Celuk, Pura Dalem Desa adat Celuk telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Pada tahun 1965 dilaksanakan pemugaran candi bentar di jaba sisi beserta tembok
penyengker dan Pura Prajapati. Pemugaran ini dibantu oleh tukang dari Desa
Manikan Guwang. Setelah pemugaran selesai dilakukan maka dilaksanakanlah karya
pada tahun 1973. Pemugaran Pura Dalem selanjutnya dilakukan setelah pelaksanaan
karya di Pura Desa pada tahun 1991. Pemugaran setelah karya di pura desa
dilakukan besar besaran dengan memperluas utamaning dan madya mandala kea rah
utara, timur dan barat. Setelah perluasan dan pemugaran ini selesai dilakukan
maka dilaksanakanlah karya pada tahun 1999. Pemugaran selanjutnya dilaksanakan
setelah Pura Dalem Desa Adat Celuk mengalami kebakaran. Pemugaran dilakukan untuk mengganti dan
memperbaiki Palinggih Palinggih yang terkena kebakaran, sekaligus juga mengembalikan
Palinggih Dasar dan Palinggih Paku Aji ketempat semula yaitu disebelah utara
Bale Paselang, yang mana sebelumnya sempat dipindahkan ke sebelah utara aling
aling. Posisi Setra Desa adat Celuk
beberapa kali mengalami pemindahan, sebelum tahun 1986 posisi Setra Desa Adat
Celuk berada tepat di sebelah selatan Pura Prajapati atau di sebelah barat
pohon asem. Dipojok tenggara posisi bangunan wantilan pura dalem terdapat pohon
beringin yang sering dimanfaatkan untuk kelengkapan upacara yadnya oleh Krama
Desa Celuk. Dengan dibangunnya Wantilan pada tahun 1986 maka pohon beringin
tersebut di pralina. Setelah tahun 1986 posisi setra dipindahkan ke sebelah
timur dari pohon asem, dan kemudian setelah upacara ngaben masal pada tahun
2000, Krama Desa Celuk sepakat untuk
memindahkan Setra ke posisi yang
ada sekarang yaitu di pojok tenggara area nista mandala Pura Dalem Celuk. Setra
Rare (Sema Bajang) juga sempat dipindahkan ke pojok barat laut di area Setra
sekarang, namun kemudian diindahkan kembali ke posisi semula di sebelah selatan
Palinggih Delod Desa. Berkat kerja keras dan kesungguhan hati dari warga Desa
Adat Celuk, tuntunan dari para sesepuh tetua dan manggala adat juga manggala
dinas, dilandasi semangat gotong royong dan kebersamaan dalam usaha memugar
Pelinggih-pelinggih, kini Pura Dalem Desa Adat Celuk yang terdiri dari tiga
mandala ini hampir semua bangunan Pelinggihnya tergolong baru. Pemugaran yang
dilaksanakan mulai tahun 1968 hingga tahun 2018 menjadikan Pura Dalem Desa Adat
Celuk tampak megah dan indah. Bebaturan yang terbuat dari batu padas dan batu
bata merah juga Batu-batu lahar yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen magis
kekinian. Bagian atasnya kebanyakan terbuat dari kayu-kayu pilihan yang juga
penuh ornamen ukiran Bali yang mempesona serta gemerlap karena dilapisi cat
emas. Pura Dalem
Desa Adat Celuk pada
dasarnya dibangun oleh masyarakat dari jaman ke jaman adalah untuk memuja
kebesaran Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Beliau sebagai Dewa Siwa dan
Saktinya yang menganugerahkan kekuatan, kemakmuran dan jalan kebaikan. Para
ahli arsitektur tradisional kuno Bali yang
tergabung dalam tim
Peneliti Sejarah dan Babad Bali mengungkapkan Pura Dalem Desa Adat Celuk adalah
metamorfosis dari prasada atau tempat memuja bagi para penganut Siwa yang
kemudian berubah bentuk dan fungsi sesuai dengan jaman yang terus berkembang
secara kebudayaan. Pada dasarnya Pura Dalem Desa Adat Celuk terdiri dari 3
pelebahan, yang masing-masing pelebahan dibatasi dengan tembok penyengker dan
dihubungkan oleh Candi Bentar, Candi Kurung atau candi peletasan. Konsepsi Tri
Mandala merupakan sebuah konsepsi arsitektur dalam
konsep penataran area pura Dalem Desa Adat Celuk tradisional yang sangat jelas
diterapkan. Konsepsi ini pada dasarnya merupakan
hasil perkawinan dua konsepsi tradisional yang berkarakter oposisi biner atau
Rwa-Bhineda yaitu konsepsi dalam-luar dan konsepsi sakral dan profan. Tri
Mandalaatau konsepsi tiga area sebagai pedoman dalam pembagian area atau lahan
kompleks pura menjadi tiga area atau tiga zona berdasarkan tingkat kesuciannya.
Ketiga area tersebut masing-masing dikenal dengan nama Nista Mandala atau Jaba
Sisi sebagai area terluar, Madya Mandala atau Jaba Tengah sebagai area
peralihan atau area tengah, dan Utama Mandala atau Jeroan sebagai area paling
tengah.Diantara ketiga mandala tersebut, area jaba sisi merupakan area yang
dimaknai sebagai mandala yang bernilai paling kurang sakral, area jeroan
diposisikan sebagai mandala yang paling disakralkan, sedangkan jaba tengah
ditempatkan sebagai mandala peralihan yang memiliki tingkat kesakralan menengah.
Pada setiap mandala dibangun pelinggih-pelinggih diantaranya:
1.
Palinggih Padmasana
Kata padmasana
berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun
oleh Prof. Dr. P.J. Zoetmulder terdiri dari dua kata yaitu: “Padma” artinya
bunga teratai dan “Asana” artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah
posisi duduk dalam yoga Padmasana berasal dari Bahasa Kawi, menurut Kamus
Kawi-Indonesia yang disusun oleh Prof. Drs. S. Wojowasito, terdiri dari dua
kata yaitu: “Padma” artinya bunga teratai, atau bathin, atau pusat. “Sana”
artinya sikap duduk, atau tuntunan, atau nasehat, atau perintah. Padmasana
berarti tempat duduk dari teratai merah sebagai stana suci Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan dua pendapat ini, bahwa bunga teratai adalah simbol dari tempat
duduk dari dewa-dewa dan Hyang Widhi sehingga Padmasana tidak lain dari
gambaran alam semesta (makrokosmos) yang
merupakan stana dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
|
|
|
|
||
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Palinggih Gedong Dalem
Salah satu keunikan yang ada di
pura dalem celuk adalah adanya dua palinggih gedong yang berjajar di sebelah timur menghadap ke
barat, bentuk bangunannya hampir sama. Kedua palinggih ini diperkirakan
mengadopsi apa yang ada di Pura Dalem Kaler Singapadu. Yang merupakan wit atau
asal mula dari Pura Dalem Celuk. Di Pura Dalem Kaler memang ada dua dalem,
yaitu Dalem Jawa dan Dalem Gede. Teori yang lain memperkirakan bahwa gedong
dalem dibuat untuk memuja Ida Bhatara Pura Dalem Kaler dan mengingatkan akan
sejarah bahwa Pura Dalem Celuk atau Desa Adat Celuk sebelumnya berasal dari
Pura Dalem Kaler Desa Adat Sangsi Singapadu, sedangkan Gedong Khayangan adalah
Palinggih untuk memuja Ida Bhatara Dalem dalan kaitan khayangan tiga di Desa
Adat Celuk. Pada teori yang lain juga diperkirakan bahwa keberadaan dua gedong
ini terkait konsep purusa dan pradana, dimana gedong dalem sebagai purusa yang
dipuja adalah Ida Bhatara Siwa dan gedong khayangan sebagai pradana yang dipuja
adalah Ida Bhatari Dhurga. Di dalam Gedong Dalem ini terdapat Arca Lingga.
3. Palinggih Gedong Kahyangan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
keberadaan Gedong Kahyangan ini berkaitan dengan sejarah Pura Dalem dan Desa
Adat Celuk yang kesah dari Pura Dalem Desa Adat Sangsi, dan juga dalam kaitan
konsep purusa pradana, dimana Gedong Khayangan ini sebegai pradana. yang dipuja
di gedong khayangan ini adalah Ida Bhatari Dhurga, nama Dhurga berasal dari
kata dhur dan ga, dhur berarti kesulitan dan ga berarti jalan. Sehingga dapat
diartikan bahwa Ida Bhatari Dhurga dapat memberikan jalan kepada kita untuk
mengatasi segala kesulitan yang kita hadapi. Di dalam Palinggih Gedong Kahyangan ini terdapat
Prarai.
4. Palinggih Paku Aji.
Dari etimologi nama palinggih,
paku berarti pacek, aji berarti ayah. Jadi palinggih paku aji ini adalah
palinggih dimana dipuja Ida Bhatara Siwa di dalam fungsinya sebagai pacek atau
pancer gumi untuk memperkuat alam. Palinggih Paku Aji ini letaknya bersebelahan
dengan palinggih dasar yang Jika
dikaitkan konsep purusa pradana, maka palinggih paku aji ini sebagai purusa
yang mewakili unsur aji atau ayah atau pacek itu sendiri.
5. Palinggih Dasar.
Palinggih dasar adalah palinggih
dimana disthanakan Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi beliau sebagai Sang
Hyang Ibu Pertiwi yang telah menciptakan
Bumi atau Sapta Patala atau tujuh lapisan alam bawah. Palinggih ini juga
bersebelahan dengan palinggih Paku aji, yang kalau dikaitkan dengan konsep
purusa pradana, palinggih dasar sebagai pradana yang mewakili unsur Ibu
Pertiwi.
6. Palinggih Bale Paselang.
Pada Bale paselang ini dipuja Ida
Sang Hyang Widhi dalam perwujudan beliau sebagai Bhatara Kama dan Bhatari
Ratih, di dalam rangka menciptakan alam semesta ini sehingga terus menerus ada
proses penciptaan atau kelahiran. Fungsi Pelinggih
Bale Peselang adalah tempat berlingganya Ida Bhatara Sami pada saat kehaturan
Karya Agung setelah turun dari Pelinggih Paruman atau Pelinggih Bale Pepelik.
Pada saat upacara mapaselang Ida Bhatara
menuju Bale Peselang patut dengan lantaran kain putih, melangkahi Caru Titi
Mamah dengan jan Tebu Ratu. Setelah Beliau berstana di Bale Peselang dihaturkan puja Siwa Stawa, Nawa
Dewata Stawa, Siwa Samuha Stawa, Dwadasa Smara Stawa dan Pranamia Dewa.
7.
Palinggih Piyasan Surya.
Bale ini difungsikan sebagai
tempat tapakan atau arca lingga Ida
Bhatara/Bhatari dihias, sebelum upacara pemujaan (upacara piodalan atau
pujawali) dilaksanakan.
8.
Palinggih Pengaruman
Pengaruman berasal dari kata parum yang
artinya pertemuan. Berangkat dari etimologi katanya, fungsi palinggih adalah
sebagai tempat pertemuan para ista dewata (manifests! Tuhan), ketika ada
upacara yadnya, terutama upacara besar (wali ageng). Di palinggih tersebut para
ista dewata dipuja dengan diberi persembahan (sesaji), dan dimohon menyaksikan jalannya
upacara sekaligus cintakasih-Nya untuk memberikan keselamatan dan
kesejahteraan.
9.
Palinggih Paingkupan.
Fungsinya sebagai tempat upakara ketika
upacara piodalan dan pujawali. Terkadang para tukang banten sering menyinggung
dengan ungkapan: Kudang panggung mekarya banten? Artinya: berapa panggung
membikin banten? Pertanyaan tersebut juga dapat diartikan merujuk kepada
tingkatan besar-kecilnya (ageng-alit) dari upacara yadnya yang dilaksanakan.
10.
Palinggih Piyasan.
Bale ini difungsikan sebagai tempat Ida
Bhatara / Bhatari berhias ketika upacara Piodalan, sebelum upacara pemujaan
(upacara Piodalan atau Pujawali) dilaksanakan. Bale ini juga biasa difungsikan
sebagai tempat Ida Bhatara Sesuhunan, (Ida Ratu Gede, Ida Ratu Ayu, Ida Ratu
Lingsir dan Ida Ratu Segara) melinggih. Bale ini juga difungsikan
sebagai tempat Ida Pedanda ngweda atau
muput Upacara. Dan dapat difungsikan juga sebagai tempat banten atau aturan aturan
Krama Desa.
11.
Palinggih Suwung
Gamang.
Palinggih ini terletak dijaba sisi, di sebelah barat
laut Pura Dalem Celuk. Palinggih ini berbentuk padma pendek setinggi dada.
Palinggih ini difungsikan sebagai niasa atau lambang kekuasaan Ida Sang Hyang Widhi yang menguasai semua alam,
baik yang nyata atau yang tidak nyata. Beliau juga berkuasa terhadap semua
mahluk yang hidup di dua dunia tersebut Sebagai salah satu upaya
mengharmoniskan alam nyata dan astral. di pelinggih ini dihaturkan beberapa
upacara yang dipersembahkan kepada wong samar / ancangan Ida Bhatara Dalem /
Para Menak agar pelaksanaan upacara dapat dilancarkan dan tidak mendapatkan
gangguan.
12.
Palinggih Ratu Ngurah Agung.
Ratu Ngurah Agung yang berstana di
pelinggih ini sering dikenal dengan sebutan Bhatara Ngelurah atau sering
disebut Pengelurah. Penglurang asal katanya “Lurah” yang artinya pembantu
(pepatih), mendapat awalan pe dan sisipan ng, menjadi kata kerja, jadi
pengelurah artinya bertugas menjadi pembantunya para dewa atau dewata (menjadi
patihnya) pada setiap pura atau pamerajan. Bangunan ini merupakan palinggih
Bhatara Kala, putra Bhatara Siwa dengan bhiseka Ratu Ngurah yang bertugas
sebagai pecalang atau penjaga Kayangan. Dalam Penghayatan agama Immanent
(sekala) Tugu Panglurah adalah palinggih para Lurah, iringan pengawal para Dewa
Istadewata Hyang Widhi. Fungsinya adalah sebagai Pengawal Pribadi dari Ista
Dewata Hyang Widhi. Selain itu makna pelinggih Panglurah ini adalah untuk
menstanakan Sang Catur Sanak yang telah suci. Sang Hyang Atma yang telah suci
berstana di palinggih pretisentana atau keturunannya yang masih hidup Palinggih
Pangrurah ini merupakan manifesatsi dari Sang Hyang Widhi dengan Swabhawa
“Bhuta Dewa” yang maksudnya setengah Dewa
setengah Bhuta. Beliau memiliki fungsi sbagai penjaga para dewa, disamping itu
sebagai juru bicara antara dewa, Dewata dengan manusia dengan umatnya. Dengan kata lain Beliau sebagai penyampai dari sembah
bhaktinya umat, dan penyampai anugrah dari para dewa.
13.
Bale Pelik.
Bale ini sangat penting
dalam prosesi Mapurwa Daksina yang diiringi kidung-kidung Dharmagitha yang
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan Sattwam dan mengurangi kekuatan Rajas
maupun Tamas di alam semesta dengan sarana upacara upakara. Bale
tersebut juga difungsikan sebagai tempat pesantian dan wayang ketika ada
upacara piodalan ataupun tempat prajuru dan tamu undangan.
14.
Bale Pangastawan
Bale Pangastawan adalah tempat pemangku memanjatkan
puja mantra Menghaturkan banten dan
sembah masyarakat kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam berbagai manifestasi
beliau.
15.
Patung Ratu Rangda.
Patung ini mempertegas lagi bahwa Ida
Bhatari Durga selain pada saat mamurti berwujud seram, juga Beliau berkuasa
terhadap seluruh mahluk gaib yang dipercaya sebagian besar diyakini berwujud
seram.
Patung ini dibuat sebagai dekorasi pada aling aling kori agung pada tahun 1968.
16.
Pemedal Agung.
Berbentuk menyerupai Candi Bentar dibuat
sebagai akses keluar masuk Uttama Mandala Pura dari Madya Mandala sehingga
pemedek tidak memakai Candi Kurung sebagai pintu keluar masuk, agar bisa
menjaga kesakralan dari Candi Kurung Pura.
17.
Candi Pengapit.
Candi ini difungsikan oleh masyarakat
Desa Adat sebagai akses dari jaba tengah ke jeroan atau dari madya mandala ke
utama mandala, khusus dalam rangkaian memundut berbagai piranti upakara
upacara.
18. Kori Agung.
Kori Agung merupakan lambang dari Gunung
Mahameru yang berdasarkan beberapa sastra adalah sumber dari segala sumber ilmu
pengetahuan terutama tentang ilmu pengetahuan suci keagamaan. Mahameru juga
senantiasa memberikan berkah kemakmuran terhadap alam semesta beserta isinya. Candi Kurung
atau gelung adalah sebuah konsep menyatunya alam pikiran kemanusiaan dengan
alam kedewaan, sehingga membentuk Kuwung, Kurung, Gelung, Windu, dan Sunia.
Diatas pintu berisi ukiran dengan nama Karang Boma yang diyakini sebagai sarana
penetralisir sifat-sifat keraksasaan mengubahnya menjadi sifat ke-Dewaan.
Keberadaan nilai pilosofi Boma dituangkan dalam Kekawin Bomantak. Karena penuh
dengan pilosofi tinggi untuk menjaga kesakralanya, Kori Agung hanya dibuka
pintunya saat upacara besar saja dan tidak sembarang orang yang bisa memakai
Kori Agung sebagai akses keluar masuk utama mandala.
|
|
|
||
|
|
|
||
|
|
|
||
|
|
|||
19. Candi Pengapit.
Candi ini difungsikan oleh masyarakat
Desa Adat sebagai akses dari jaba tengah ke jeroan atau dari madya mandala ke
utama mandala, khusus dalam rangkaian memundut berbagai piranti upakara
upacara.
20. Bale Gong
Bale Gong dibangun di wilayah madya
mandala bagian barat memanjang arah utara selatan, difungsikan sebagai tempat
melantunkan tabuh gong dalam rangkaian pujawali.
21. Palinggih
Yuti Srana.
Memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi
dalam perwujudan beliau sebagai Sang Kala Yuti Srana dan Kala Bherawa yang
dalam berbagai tattwa disebutkan sebagai Raksasa Besar berwarna hitam yang
mampu menghancurkan prosesi upacara apabila tidak dihaturkan saji yang pantas.
Palinggih ini fungsinya sebagai penjaga, untuk menetralisir unsur- unsur atau
energi negatif agar dapat dibersihkan sebelum masuk ke utama mandala. Yuti
srana terletak di sebelah kanan dari kori agung, menghadap ke arah selatan.
22. Palinggih
Kalika.
Merupakan salah satu dari sedahan
pengapit Kori Agung dibangun disebelah kiri dari pintu Kori Agung. Memuja
kebesaran Ida Sang Hyang Widhi dalam perwujudan beliau sebagai Sang Kalika.
Sang Kalika atau Sang Kalika Maya adalah Sisya Sang Hyang Durga Birawi, penghuni
Setra Gandamayu. Keberadaaannya di Sentra Ganda Mayu untuk menjaga keseimbangan
setra. Diceritakan kalau ada manusia yang berbuat tidak sesuai dengan tata
karma / swadarma-nya pun semisal ada manusia yang melakukan upacara yadnya
tanpa didasari oleh rasa iklas dan suci, maka Sang Kalika Maya akan memberikan
hukuman. Palinggih
ini fungsinya sebagai penjaga, untuk menetralisir unsur - unsur atau energi
negatif agar dapat dibersihkan sebelum masuk ke utama mandala.
23.
Palinggih Hyang Api.
Kata Hyang Api berasal dari 2 kata
yaitu: Hyang mempunyai arti Beliau yang dipuja dan dimuliakan, sementara kata
Api mempunyai arti kata benda Api. Bila digabungkan kemungkinan besar bermakna
Memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Api atau Panas atau
Brahma. Ketika
musim penghujan dan turun hujan secara terus-menerus saat melaksanakan Upacara,
maka masyarakat akan mempersembahkan banten penerangan di palinggih Hyang Api
ini untuk memohon cuaca yang cerah (nerang).
24. Palinggih
Katak Nini.
Palinggih katak
nini fungsinya untuk memohon kekuatan
Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud elemen air agar. Masyarakat biasanya meminta hujan jika terjadi musim
kering yang berkepanjangan atau pada awal musim tanam padi, sehingga tanaman
padi dapat tumbuh subur ataupun masyarakat tidak mengalami kekurangan air.
|
|
|
|
|
|
|
|
25. Palinggih Piyasan
Difungsikan
sama dengan pelinggih Piyasan di utama mandala pura.
26. Bale Penyanggra.
Bangunan
ini berbentuk segi empat berada di sebelah timur di madya mandala, memiiki fungsi sebagai bangunan
serbaguna, biasanya difungsikan untuk menyambut tamu, atau sebagai tempat
rapat.
27. Bale Kulkul.
Bale
Kulkul yaitu balai tempat kentongan (Pajenengan) di tempat suci. Bentuk
bangunan tinggi menyerupai menara. Bangunan dibagi menjadi tiga secara
vertical, yang terdiri atas bagian kaki bangunan (tepas), bagian tubuh (batur)
dan bagian puncak (sari). Kedua Kentongan yang tergantung di bangunan ini hanya
disuarakan pada saat piodalan atau hal-hal penting yang menyanglcut tentang
berbagai kegiatan di Pura Dalem Celuk saja. Merupakan linggih Hyang Widhi dalam
manifestasi sebagai Iswara, dalam ilmu yoga yaitu Paratma yang ada di leher
atau kerongkongan, yang berfungsi utama untuk mengeluarkan berbagai jenis
suara.
28. Candi Bentar.
Candi
ini adalah pintu masuk dari jaba sisi ke jaba tengah, candi bentar ini
adalah salah satu bangunan kuno yang masih dipertahankan. Berbentuk gunung terbelah dua dimana bangunan
sama tinggi layaknya segitiga yang dibagi menjadi dua bagian. Bangunan
ini melambangkan pecahnya Gunung Kailasa tempat Dewa Ciwa bertapa. Jika dilihat
dari bentuknya yang terbelah dua maka Candi bentar melambangkan ardhacandra
pada kedua bangunan tersebut yang sejiwa bagian (kiri dan kanan) bangunan itu
sebagai simbol rwa bhineda dalam kehidupan, yakni : Sifat positif dan negatif
dalam aksara dengan aksara Ang dan Ah.
29. Palinggih Pengapit Lawang (Kanan/barat).
Palinggih
Pengapit Lawang dibangun dikanan dan kiri dari Candi Bentar di
nista mandala
sebagai tempat memuja Hyang Nandiswara. Fungsi
dari pengapit lawang tersebut adalah sebagai penjaga pintu (lawang), untuk
mengantisipasi roh-roh jahat yang ingin masuk ke tempat suci.
30. Palinggih Pengapit Lawang (kiri/timur).
Pelinggih Pengapit Lawang
dibangun dikanan dan kiri dari Candi Bentar wilayah nista rnandala sebagai
tempat memuja Hyang Mahakala. Fungsi dari pengapit lawang tersebut adalah
sebagai penjaga pintu (lawang), untuk mengantisipasi roh-roh jahat yang ingin
masuk ke tempat suci.
31. Palinggih Mundeh.
Palinggih
ini adalah sebagai pengganti Pohon Mundeh yang telah roboh, pohon mundeh ini
erat kaitannnya dengan sejarah Pura Dalem Dan Desa Adat Celuk. Dimana daun
mundeh dipakai untuk menempatkan tanah Pura Dalem Sangsi sebagai jatu
untuk mendirikan Pura Dalem Celuk.
32. Wantilan.
Adalah bangunan
serba guna yang berada di jaba sisi, bangunan ini difungsikan untuk mengadakan
pertemuan-pertemuan penting, tempat pertunjukan kesenian, tempat membuat sarana
upacara dan lain lain. Wantilan ini dibangun pada tahun 1986
33. Palinggih Padmasana Prajapati.
Prajapati
atau Mrajapati atau Rajapati adalah tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam
manifestasi Beliau sebagai Prajapati dan Bhatari Durga di Hulun Setra. Tempat
dimana para Preta melaksanakan kegiatan sebelum dipretista dengan upacara dan
ritual yang pantas. Secara etimologi Praja berarti mahluk atau alam,
dan pati berarti kehidupan. Jadi palinggih parajapati ini adalah palinggih
untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi beliau sebagai Brahman
Prajapati atau penguasa kehidupan. Setiap ada upacara
terkait dengan kelahiran dan kematian maka akan dihaturkan persembahan di Pura
Prajapati Unsur-unsur yang menjiwai Panca Maha Bhuta dipuja dan disucikan
disini juga seluruh kekuatan kosmis yang lahir dari Durga Murthi disucikan
sehingga menjadi kekuatan alam yang bersifat baik. Salinan Lontar Anda Bhuwana
juga menyebutkan bahwa Rajapati adalah Stana Bhatari Durgha dan Bhatara
Pramesti Guru saat turun kedunia.
34. Palinggih Piyasan Prajapati
Bale ini
difungsikan sebagai tempat tapakan atau arca lingga Ida Bhatara Prajapati dihias , sebelum upacara pemujaan (upacara piodalan atau
pujawali) dilaksanakan. Bale ini juga difungsikan untuk menempatkan banten dan
sarana upacara yang akan dipersembahkan
35. Pohon Asem.
Menurut penuturan beberapa
tetua desa, Pohon asem ini adalah pohon tua yang ada di area Pura Dalem Celuk.
Sebelum dipindahkan, setra Desa Adat Celuk berlokasi dibawah pohon asem ini,
dengan berbagai pertimbangan, hingga kini pohon asem disakralkan oleh penduduk
dan disucikan pada setiap piodalan. Pementasan Calonarang selalu dilaksanakan
disebelah barat dari tumbuhnya pohon asem.
36. Perantenan.
Perantenan adalah bangunan yang
khusus difungsikan sebagai tempat memasak berbagai penganan sarana upacara dalam rangkaian piodalan, wali atau karya.
37.
Palinggih Piyasan Beji.
Bangunan
ini berfungsi hampir sama dengan Pelinggih Piyasan di Pura Dalem, hanya
bentuknya saja agak lebih kecil.
38. Palinggih
Padma Beji.
Beji merupakan sebuah tempat yang
selalu berhubungan dengan sumber air suci dan berfungsi sebagai tempat para
Dewata masucian (membersihkan diri). Di Pura Beji dipuja Dewi Gangga, sumber
dari air suci Menurut tradisi, bahwa ada dua kegiatan upacara yang berhubungan
dengan Pura Beji, yaitu pada saat pelaksanaan Upacara Nyangling dan Upacara
Ngabejiang. Kedua bentuk kegiatan upacara tersebut dilaksanakan setiap upacara
piodalan, baik pada saat upacara besar (karya ageng) maupun upacara kecil
(karya alit).
39. Patung Nandiswara
Nandiswara
sebagai aspek Nandi dalam bentuk manusia berkepala seperti kera, bertugas
menjaga pintu masuk candi sebelah Kanan dari arah pintu gerbang. Arca dalam
posisi berdiri, di belakang terdapat sirascakra. Tangan kanannya memegang senjata gada. Dalam pustaka
Uttarakandha digambarkan bahwa Nandiswara bersama-sama dengan mahakala sebagai
penjaga gunung, dan berjasa dalam mengatasi kesaktian Sang Rahwana. Karena
jasanya tersebut, oleh Bhatara Indra, baik Nandiswara maupun Mahakala, diberi
anugrah menjadi dewa penjaga pintu. Patung ini hanyalah dekorasi dan bukan
bangunan suci yang terletak di sebelah barat/kanan dari arah Pura Dalem Celuk.
40. Patung Mahakala
Mahakala secara
etimologi, mahā berarti besar dan kala berarti
waktu atau kematian, jadi mahakala berarti penguasa waktu atau kematian yang
sangat besar. Mahakala merupakan kekuatan destruktif utama Brahman dan mereka
tidak dibatasi oleh peraturan apapun. Mahakala memiliki kekuatan untuk
membubarkan ruang dan waktu, bahkan pembubaran alam semesta. Mahakala biasanya
digambarkan berwarna hitam. Hal ini mempunyai makna bahwa semua warna akan
diserap oleh warna hitam. Mahakala sendiri memiliki banyak versi atau variasi.
Variasi yang paling menonjol dalam manifestasi dan penggambaran Mahakala ada
pada jumlah senjata, namun rincian lainnya juga bisa bervariasi. Mahakala
digambarkan mempunyai 6 tangan, 4 tangan atau 2 tangan. Patung ini hanyalah
dekorasi dan bukan bangunan suci yang terletak di sebelah timur / kiri
dari arah Pura Dalem Celuk.
41. Dugul Bale Malang.
Secara etimologi
kata malang berasal dari mala dan alang yang artinya menghalangi segala sesuatu
yang tidak baik , jadi Bale malang adalah tempat pemujaan untuk memohon kepada
Ida Sang Hyang Widhi agar menghalang halangi semua energi negatif atau niat niat
buruk sehingga di lingkungan desa dapat terhindar dari segala kejadian kejadian
buruk dan tercipta keamanan di lingkungan desa ataupun pura. Bale Malang ini
diperkirakan mengadopsi dari Pura Dalem Kaler Singapadu.
42. Piyasan Bale Malang.
Berfungsi hampir sama dengan
Pelinggih Piyasan di utama mandala Pura Dalem Desa Adat Celuk, hanya bentuknya
lebih kecil dan sederhana.
43. Bangunan
Paud Kumara Jaya.
Bangunan Paud Kumara Jaya ini khusus difungsikan sebagai ruang belajar
mengajar untuk Pendidikan anak usia dini dari usia 2 sampai 5 tahun.
44. Palinggih Beringin.
Pelinggih
ini difungsikan untuk menghaturkan upacara upakara yang berkaitan dengan
prosesi Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya, pada waktu Krama Desa memerlukan bagian
dari pohon beringin untuk sarana upacara.
45. Kantor LPD Desa Adat Celuk.
Kantor Lembaga
Perkreditan Desa di Desa Adat Celuk difungsikan sebagai tempat seluruh
masyarakat dalam melaksanakan transaksi keuangan, LPD Desa Adat Celuk adalah
lembaga keuangan milik Desa Adat Celuk yang memberikan berbagai macam jasa
keuangangan kepada masyarakat, antara lain dalam bentuk tabungan ataupun
pinjaman dan lain sebagainya. Peran LPD sangat besar bagi perekonomian warga
Desa Adat Celuk. Setiap tahun LPD Desa Adat Celuk selalu mengkontribusikan
sebagian keuntungannya untuk pembangunan dan upacara di Desa Adat Celuk.
46. Pasar
Tenten.
Bangunan ini
adalah bangunan berlantai 3, lantai 1 difungsikan sebagai pasar, tempat
masyarakat membeli berbagai kebutuhan pokok sehari hari, pasar ini dikelola
oleh Banjar Adat Celuk.
47. Palinggih Ulun Pasar.
Secara Etimologi
ulun artinya kepala atau pusat, pasar adalah tempat orang orang melakukan jual
beli. jadi ulun pasar ini adalah palinggih pemujaan Ida Sang Hyang Widhi untuk
memohon agar segala kegiatan jual beli di pasar dapat berjalan dengan baik dan
lancar serta dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi semua pihak.
Palinggih ini difungsikan untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi dalam
manifestasi beliau sebagai Bhatara Rambut Sedana.
48. Area Parkir.
Area
parkir di pura dalem celuk ini cukup luas, difungsikan untuk menampung
kendaraan para pemedek pada saat upacara, difungsikan juga sebagai area parkir
pasar. Pada masa ngaben difungsikan sebagai tempat Bale Anyar.
49. Setra Desa Adat Celuk,
Adalah tempat
dikuburnya krama banjar adat yang meninggal, juga tempat melaksanakan upacara
pengabenan kolektif setiap 3 tahun sekali, terkecuali untuk Wiku, Pemangku
Khayangan Tiga dan Mangku Panti yang di Aben langsung setelah meninggal sesuai
dengan padewasan dan perarem Banjar. Dalam upacara Nangiang Ngatep Sasuhunan
Ida Bhatara Ratu Gede, di setra dilaksanakan upacara nyambleh.
50. Genah Prabot atau Garase.
Bangunan
ini khusus difungsikan untuk tempat parkir truk sampah dan juga difungsikan
sebagai tempat menyimpan peralatan milik Banjar dan Desa Adat Celuk.
51. Toilet Umum.
Bangunan
ini terletak disebelah timur garase dibangun untuk toilet umum.
52. Bak Sampah.
Tempat
masyarakat mengumpulkan sampah sisa upacara, sebelum diangkut oleh truk sampah
ke tempat pembuangan akhir.
Sekian
banyak Pelinggih, bangunan penunjang serta piranti yang terdapat dilingkungan
Pura Dalem Adat Celuk, selalu dipelihara dan difungsikan sesuai dengan
peruntukannya oleh seluruh krama Desa Adat Celuk.
IV.2.
Pura Kawitan, Panti atau Paibon.
Pura ini mempunyai
karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan wit atau leluhur berdasarkan garis
kelahiran (genealogis). Pura ini sering pula disebut Padharman yang merupakan
bentuk perkembangan yang lebih luas dari pura milik warga atau pura klan.
Dengan demikian maka pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh leluhur yang telah
suci dari masing-masing warga atau kelompok kekerabatan. Klan kecil adalah
kelompok kerabat yang terdiri dari beberapa keluarga inti maupun keluarga luas yang
merasa berasal dari nenek moyang yang sama. Klan ini
mempunyai tempat pemujaan yang disebut pura Dadya sehingga mereka disebut
tunggal Dadya. Keluarga inti disebut juga keluarga batih atau Nuclear Family
dan keluarga luas terdiri lebih dari satu keluarga inti yang juga disebut
keluarga besar atau extended family. Didalam lontar Siwagama, disebutkan bahwa
setiap 40 keluarga batih patut membuat pura panti, setiap 20 keluarga batih
patut mendirikan pura Ibu, setiap 10 keluarga batih supaya membuat palinggih
Pretiwi dan setiap keluarga batih membuat palinggih Kamulan yang semuanya itu
untuk pemujaan roh leluhur yang telah suci. Desa Adat Celuk terdapat 18 Pura
Kawitan, antara lain:
1.
Pura Ibuangin.
Pura Kawitan
Ibuangin diemong oleh Wangsa Gaduh berjumlah 12 KK, dengan Pemangku: Jro Mangku
Darsana Putra dan Jro Mangku Mustiari. Kelian Pura: I Wayan Adi Semara Putra,
Wakil Kelian: I Ketut Arianta Odalan / Wali dilaksanakan pada setiap Budha
Umanis Medangsia.
2. Pura
Pande.
Pura Pande
diemong oleh Wangsa Pande Bratan berjumlah 32 KK, dengan Pemangku: Jro Mangku
Wiasta dan Jro Mangku Luh Wistri. Kelian Pura: I Nyoman Wandra, Wakil Kelian: I
Wayan Bratayana. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Budha Kliwon
Gumbreg.
3.
Pura Sanggar Agung.
Pura
Sanggar Agung diemong oleh Wangsa Pasek Selat berjumlah 31 KK, dengan Pemangku:
Jro Mangku Gria dan Jro Mangku Suati. Kelian Pura: I Wayan Santa, Wakil Kelian:
I Kadek Parmasta Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Anggara Kasih
Medangsia.
4.
Pura Anggar Kasih.
Pura
Anggar Kasih diemong oleh Wangsa Pasek Buitan berjumlah 11 KK, dengan Pemangku:
Jro Mangku Suarsa dan Jro Mangku Masni. Kelian Pura: Komang Suarnawa, Wakil
Kelian: I Nyoman Diana. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Anggara Kasih
Prangbakat.
5.
Pura Dalem Kedewatan.
Pura
Dalem Kedewatan diemong oleh Wangsa Arya Wang Bang Pinatih berjumlah 23 KK dan
Wangsa Batan Jeruk 10 KK dengan Pemangku: Jro Mangku Artana dan Jro Mangku
Sariadi. Kelian Pura Agus Dwi Ambita, Wakil Kelian:
Kadek Pradnyana Dana. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Purnamaning
Kasa Nemu Pasah.
6.
Pura Budha Keling.
Pura
Budha Keling diemong oleh Wangsa Pasek Buda Keling berjumlah 20 KK dengan
Pemangku: Jro Mangku Rasma dan Jro Mangku Kendriwati. Kelian Pura: I Wayan
Budayadnya, Wakil Kelian: I Made Pastika. Odalan atau Wali dilaksanakan pada
setiap Buda Kliwon Ugu.
7.
Pura Buda Manis Dauh.
Pura
Buda Manis Dauh diemong oleh Wangsa Arya Dauh Bale Agung berjumlah 14 KK dengan
Pemangku: Jro Mangku Sukerti. Kelian Pura: I Wayan Suparta, Wakil Kelian: I
Wayan Gede Eka Budiarta, S.H. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Budha
Umanis Prangbakat.
8.
Pura Buda Manis Panasan.
Pura
Buda Manis Panasan diemong oleh Wangsa Panasan berjumlah 22 KK, Wangsa Arya
Dauh Bale Agung 4 KK dan Wangsa Jelantik 15 KK dengan Pemangku: Jro Mangku
Asmarajaya dan Jro Mangku Sulasih. Kelian Pura: I Nyoman Wiradana, Wakil
Kelian: Ketut Suparja. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Buda Manis
Kulantir.
9.
Pura Budha Kliwon Pagerwesi.
Pura
Budha Kliwon Pagerwesi diemong oleh Wangsa Bandesa Manik Mas berjumlah 2 KK,
dengan Pemangku: Jro Mangku Muliartha dan Jro Mangku Ary Suliastini. Kelian
Pura: I Wayan Sudiarta, Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Budha Kliwon
Pagerwesi.
10. Pura Budha Kliwon Sinta.
Pura
Buda Kliwon Sinta diemong oleh Wangsa Padang Subadra berjumlah 4 KK dan Wangsa
Pasek Bandesa berjumlah 12 KK dengan Pemangku: Jro Mangku Gejir dan Jro Mangku
Rati, Kelian Pura: I Wayan Badra, S.H, Wakil Kelian: I Ketut Karmita. Odalan
atau Wali dilaksanakan pada setiap Buda Kliwon Sinta.
11.
Pura Buda Kliwon Wasan.
Pura
Buda Kliwon Wasan diemong oleh Wangsa Wasan berjumlah 25 KK dan Wangsa Jelantik
berjumlah 5 KK dengan Pemangku: Jro Mangku Sukadana dan Jro Mangku Adnyani.
Kelian Pura: I Made Wasanta, Wakil Kelian: I Wayan Karmana. Odalan atau Wali
dilaksanakan pada setiap Buda Kliwon Pahang.
12.
Pura Pejenengan Buda Cemeng.
Pura
Pejenengan Buda Cemeng diemong oleh Wangsa Sri Karang Buncing berjumlah 70 KK
dengan Pemangku: Jro Mangku Kantra Yana dan Jro Mangku Pantiasih. Kelian Pura:
I Ketut Pasna, Wakil Kelian: Wayan Karang Asmana. Odalan atau Wali dilaksanakan
pada setiap Budha Cemeng Warigadean.
13.
Pura Tambyak.
Pura
Tambyak diemong oleh Wangsa Ken Tambyak berjumlah 13 KK dengan Pemangku: Jro
Mangku Sukadana dan Jro Mangku Atik. Kelian Pura: I Made Kencana, Wakil Kelian:
Made Budiasa. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Buda Kliwon Pahang.
14. Pura Madya.
Pura Madya
diemong oleh Warga Pasek Bandesa berjumlah 12 KK dengan Pemangku : Jro Mangku
Sulastra dan Jro Mangku nengah Karianti. Kelian Pura : I Wayan Subaya, Wakil
Kelian : I Ketut Suryadana. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Anggar
Kasih Kulantir.
15.
Pura Budha Cemeng.
Pura
Budha Cemeng diemong oleh Wangsa Pasek Bandesa beriumlah 20 KK dengan Pemangku:
Jro Mangku Sulastra dan Jro Mangku Nengah Karianti. Kelian Pura: I Wayan Trena
Patra, Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Budha Cemeng Ukir.
16.
Pura Santi.
Pura
Santi diemong oleh Wangsa Pasek Bandesa berjumlah 5 KK dengan Pemangku: Jro Mangku Landra dan Jro Mangku
Antari. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Budha Manis Tambir.
17.
Pura Madya.
Pura
Madya diemong oleh Wangsa Sri Karang Buncing berjumlah 70 KK dengan Pemangku:
Jro Mangku Diarsa dan Jro Mangku Nurasti. Kelian Pura: Ketut Pasna, Wakil
Kelian: Wayan Karang Asmana. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Anggara
Kasih Medangsia.
18.
Pura Penyeneng.
Pura
Penyeneng diemong oleh Wangsa Soroh Pasek Gelgel berjumlah 2 KK dengan
Pemangku: Jro Mangku Sunarta dan Jro Mangku Dilewati. Kelian Pura: I Wayan
Darsana Yasa. Odalan atau Wali dilaksanakan pada setiap Budha Manis Medangsia.
19.
Wangsa-wangsa Dengan Pura
Kawitan diluar Desa Adat Celuk
Selain
Wangsa yang mengempon 18 Pura Kawitan diatas, masih ada 9 wangsa lagi yang
memiliki pura Kawitan diluar dari wilayah Desa Adat Celuk, antara lain: Wangsa Bandesa Manik Mas
sejumlah 36 KK yang menggempon Pura Penataran Taman Sari Buda Manis Tangsub di
Banjar Tangsub, Wangsa Pemayun = 12
KK, Wangsa Tutuan = 2 KK, Wangsa Pulasan = 7 KK, Wangsa Pasek Pejeng
= 3 KK, Wangsa Bujangga Waisnawa = 4
KK, Wangsa Brahmana Keniten
(Giriya Selat) = 1 KK, Wangsa Brahmana Kemenuh
Celuk = 1 KK, Wangsa Brahmana Budha Giriya
Tegal = 1 KK.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut