.......... Tidak diceritakan secara rinci perjalanan Ida Dang
Hyang dalam menempuh hutan belantara bersama isteri dan para putera. Puteri
tertua beliau yang bernama Ida Ayu Swabhawa mengalami gejolak dalam hatinya
karena tidak bersedia mengikuti faham Tri Murti yang ada di Bali, itu sebabnya
beliau memohon kepada sang ayah agar tidak diikutkan dalam perjalanan suci itu.
Kisah ini dimuat dengan cerita penuh simbol-simbol magis oleh para pengawi
babad yang masih patut kita ulas dengan hati-hati. Dalam berbagai babad yang
kita warisi, dikisahkan Ida Ayu Swabhawa diprelina menjadi berbadan halus atau
astral oleh sang ayah menjadi Dewi Mlanting dan dimuliakan di Pura Mpulaki
hingga kini, diiringi oleh orang-orang Pegametan atau orang Sumedang. Sri Patni
Keniten juga memohon agar mendapat anugerah dari Mpu Dang Hyang agar bisa
bersama-sama dengan puterinya menjadi astral dengan gelar Bhatari Dalem Ketut,
bersama puteinya dimuliakan di pura Mpu Laki hingga kini.
Keluar dari Hutan Mpulaki Ida Bhatara Dang Hyang
memasuki wilayah Desa Gading Wani bersama enam orang putera beliau. Atas
permohonan Ki Bandesa Gading Wani Ida Dang Hyang Nirartha mengobati penduduk
desa yang terkena penyakit Sampar, setelah semua sembuh, Ki Bandesa Gading Wani
menghaturkan tempat tinggal untuk sang pendeta, juga disebut orang desa sebagai
Pedanda Sakti Wahu Rawuh atau Dhang Hyang Dwijendra. Pemimpin Desa Gading Wani
yang tertarik kepada ilmu beliau memohon berguru dan mohon agar dibersihkan
jiwanya, setelah suci bersih, bergelar Ki Dukuh Macan Gading atau Dukuh Gading
Wani. Sebagai bentuk penghormatan kepada sang guru, Ki Dukuh Macan Gading
menghaturkan puterinya untuk menjadi pelayan sang guru (Penguriagan). Entah
berapa lama Dhang Hyang Dwijendra bersama para putera di Desa Gading Wani,
terdengar berita tentang beliau oleh Kyai Gusti Bandesa Manik Mas, penguasa
Desa Mas, ada keinginan beliau mengundang Dang Hyang Dwijendra untuk bersedia
mampir ke Desa Mas.
Dengan senang hati Ida Dang Hyang menerima undangan
tersebut, segera beliau dan para putera meninggalkan Desa Gading Wani Menuju
Desa Mas. Tidak diceritakan dalam perjalanan, baik yang berkaitan dengan Desa
Mundeh, Mengwi, Kapal, Tuban dan Buangan, sampailah kemudian beliau di Desa
Mas. Kyai Gusti Bandesa Manik Mas menghaturi beliau pasraman untuk beliau dan
para putera, berkenan beliau mengangkat Kyai Gusti Bandesa Manik Mas sebagai
murid dan didiksa setelah dianggap paham tentang Agama, ilmu ketuhanan dan ilmu
bhatin. Sebagai bakti seorang murid, penguasa Desa Mas menghaturkan puterinya
sebagai Penguriagan. Ida Dang Hyang Dwijendra menurunkan bhisama kepada semua
keturunan dari Kyai Bandesa Manik Mas, agar selalu tekun mempelajari dan
mengamalkan sastra uttama, agar bisa dijadikan sebagai sarana menjaga jiwa
dikemudian hari, baik suka-duka, sekala niskala. Agar selalu ingat berpedoman
laku dharma layaknya prilaku seorang pendeta suci, mengerti dan paham tentang
seluruh isi Weda dan ilmu dyatmika, tidak pernah merasa jemu melaksanakan tapa,
brata, yoga dan semadi. Seluruh keturunan dari Kyai Gusti Bandesa Manik Mas,
patut belajar tentang olah napas dalam diri atau Pranayama Sarira, agar bisa
mengamalkan semua ajaran Ida Dang Hyang Nirartha, antara lain:
1.
|
Weda
Salambang Geni
|
2.
|
Pasupati
Recana
|
3.
|
Siwer
Mas
|
4.
|
Aji
Kepatian (kematian)
|
Karena ketaatan Kyai Gusti Bandesa Manik Mas
menjalankan semua perintah dan bhisama Ida Dang Hyang Nirartha, juga karena
anugerah berlimpah dari para leluhur, sangat bijaksana beliau memerintah Desa
Mas. Rakyat Mas berbakti lahir bhatin, semua mengidahkan arahan dari
pemimpinnya. Desa Mas menjadi makmur tidak pernah kekurangan sandang, pangan dan
papan. Dari Puteri Kyai Bandesa Manik Mas, Ayu Mas Gumitir, ada lahir keturunan
Ida Dang Hyang Dwijendra yang bernama Ida Putu Kidul setelah dewasa bergelar
Ida Bukcabe yang dimuliakan oleh seluruh Rakyat Mas. Kyai Gusti Bandesa Manik
Mas setelah didiksa dan dinyatakan memiliki berbagai ilmu agama dan
kedyatmikan, ada banyak karya sastra beliau antara lain:
1.
|
Kidung Rare Jangkung
|
2.
|
Kidung Sorga Wilet
|
3.
|
Kidung Sagara Gunung
|
4.
|
Kidung Karasnagara
|
5.
|
Kidung Jagul Twa
|
6.
|
Kidung Jagul Anom
|
7.
|
Kidung Anting-Anting Timah
|
8.
|
Kidung Gagutuk Menur
|
9.
|
Kidung Dara Kusuma
|
10.
|
Kidung Sampik
|
11.
|
Kidung Mati Salangit
|
12.
|
Kidung Legarang
|
13.
|
Kakawin Darma Putus
|
14.
|
Kidung Hewer
|
15.
|
Tutur Guwar Gahir
|
16.
|
Nguni Weh Sat Kung
|
17.
|
Demung
|
18.
|
Kakawin Darma Pituturan
|
19.
|
Kakawin Nitisara
|
20.
|
Tutur Wacana Bali
|
21.
|
Kakawin Mayadanawantaka
|
22.
|
Kidung Sudamala
|
Juga karya sastra lainnya yang semuanya utama. Pada sebuah
kesempatan Kyai Gusti Bandesa Manik Mas menurunkan bhisama kepada para putera
dan pengikutnya yang antara lain berbunyi:
"Wahai
Pratisentana Bandesa Manik Mas, Dimanapun Berada, Patut Kalian Mengerti Dan
Paham Serta Melaksanakan Semua Isi Bhisama Ini, Apabila Tidak Dilaksanakan
Dengan Sungguh-Sungguh Keturunan Kalian Akan Pendek Umur, Salah Prilaku,
Selalu Bingung Dan Tidak Tahu Keluarga, Tida Henti Halangan Hingga Keturunan
Seterusnya, Seperti Air Mengalir Di Sungai Demikianlah Kesedihan Yang Akan
Menimpa. Patut Kalian Semua Melaksanakan Isi Bhisama Dari Ida Dhang Hyang
Dengan Cara Berbakti Kepada Sekalian Guru, Taat Kepada Pemimpin Yang Uttama,
Rela Berkorban Demi Tegaknya Kebenaran.
Apabila
Ada Upacara Kematian Dikemudian Hari, Kalian Bisa Mengikuti Tatacara Upacara
Yang Sudah Digariskan Oleh Prasasti Juga Diajarkan Oleh Para Guru Suci Dengan
Memakai Tri Laksana, Bade Bertumpang Tujuh Dengan Memakai Dua Warna, Memakai
Sancak, Taman, Kapas Berwarna Sembilan, Diperkenankan Mempergunakan Karang
Gajah Dan Bhoma, Ulon Uttama Acintya Reka Dengan Upacara Yang Uttama. Jangan
Lupa Patut Mempergunakan Kajang, Klasa Dan Tirta Tunggang Dari Gunung
Lempuyang serta beralaskan daun pisang Kaikik.
Kalian
diperkenankan memakai semua jenis upacara upakara Nyawa Madya Kebasen, atau
Nista Madya dan Uttama. Upacara uttama patut kalian memakai uang kepeng
16.000, yang madya 8000 dan yang nista memakai uang kepeng sebanyak 4000.
Jangan pernah lupa kepada kawitanmu karena berasal dari kata Wit yang artinya
asal-usul, termuat dalam pustaka suci Widhi Tattwa, Atma Tattwa dan
Punarbhawa.
Tulah
hukumnya bagi kalian yang tidak mengenal kawitan, karena akan tertimpa
berbagai macam kesedihan sekala dan niskala. Selalu Saba asanak atau
berkelahi antar keluarga, Tan pegat Agering atau tidak putus-putusnya
menanggung sakit tanpa sebab yang jelas, Katemah Dening Bhuta Kala Dengen
atau selalu diganggu pikiranmu oleh mahluk yang tak nampak, sehingga tidak
pernah merasa tenang. Bila tanpa kawitan engkau akan Surud Kawibawan atau
tidak punya wibawa dan kharisma, selalu direndahkan orang, Engkau akan Surud
Kawisesan atau menjadi semakin bodoh dan malas, kata-katamu tidak berarti
bagi orang dan hanya menjadi sebab keburukan.
Ingat
dengan seksama, apabila engkau atau keturunanmu mengabaikan keberadaan
Kawitan engkau akan merasakan Kelangenan tan Genah atau Hidup sangat boros,
hingga menjadi sangat miskin tak berdaya. Sadina Anangun Yuda Haneng Pomahan,
setiap hari hanya akan bertengkar dan berselisih dengan anak dan isteri,
serta Sugih Gawe kirang pangan atau tidak bisa mencukupi keluarga walaupun
bekerja dengan sangat keras, siang dan malam. Demikian bhisamaku ini agar
menjadi terang hidupmu, patut engkau teruskan kepada seluruh keturunanmu,
berdosa engkau bila tidak menyampaikan bhisama ini kepada para sentanaku
dimanapun berada".
|
Tidak diceritakan perjalanan dan Dharmayatra Ida Dang
Hyang Dwijendra, yang selanjutnya mengangkat putra dharma Rakrian Penyarikan
Dawuh Bale Agung dan Ida Dalem Baturenggong. Tidak Pula diceritakan kiprah
beliau dalam menata konsep Siwa di Bali yang dikenal dengan nama Tri Purusa.
Menanamlan pondasi yang kuat tentang kepercayaan kepada ke-Maha Esaan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang bersifat Tunggal tiada duanya.
Kini kembali Dikisahkan, Kyai Bandesa Manik Mas yang
didiksa oleh Ida Dang Hyang Dwijendra menurunkan seorang putera bernama sama
dengan sang ayah. Setelah sang ayah menyatu dengan kebesaran Ida Sang Hyang
Widhi, Kyai Gusti Bandesa Manik Mas selalu tekun dan taat melaksanakan bhisama
leluhur, teguh memegang ajaran dharma agama dan dharma nagara. tidak goyah jiwa
beliau oleh hal-hal yang berusaha menganggu tapa brata yoga dan semadhinya.
Bhumi Mas semakin hari semakin berkembang. Selalu ingat beliau akan tugas
menjaga para guru putera di pasraman Mas, utamanya Ida Bukcabe. Hubungan yang
baik ini terjalin diantara para putera Ida Dhang Hyang Dwijendra dan Kyai Gusti
Bandesa Manik Mas, saling jaga dan saling mengingatkan. Kyai Gusti Bandesa
Manik Mas kemudian menurunkan putera 4 orang, masing-masing bernama:
1.
|
Ki Gusti
Bandesa Manik Mas di Bhumi Mas
|
2.
|
Ki Gusti
Bandesa Akah di Desa Akah
|
3.
|
Ki Gusti
Bandesa Jungut di Karangasem
|
4.
|
Ki Gusti
Bandesa Belong di Tampaksiring
|
Tidak dikisahkan tentang Ki Gusti Bandesa Akah, Ki
Gusti Bandesa Jungut dan Ki Gusti
Bandesa Belong yang meninggalkan Bhumi Mas, masing-masing membangun wilayah
baru, menurunkan para putera dan memimpin daerah yang luas serta banyak rakyat.
Ki Gusti Bandesa Manik Mas memimpin bhumi Mas diperkirakan berkisar antara
tahun 1580 Masehi, pada masa pemerintahan Dalem Sagening di Gelgel. Ki Gusti
Bandesa Manik Mas menurunkan 2 orang putera masing-masing bernama:
1.
|
Ki Gusti
Bandesa Manik Mas
|
2.
|
Ki Gusti
Bandesa Pulagan.
|
Ki Gusti Bandesa Pulagan, menghadap kepada Dalem Bali
dan selanjutnya ditugaskan untuk membangun tanah pertanian yang luas di dekat
hutan Taro. Untuk selanjutnya bermukim disana dengan banyak pengiring dari
Gelgel dan Bangli. Beliau menurunkan banyak putera dan mengatur wilayah yang
sangat luas, terdiri dari tanah sawah, tegalan dan pekarangan penduduk. Ki
Gusti Bandesa Manik Mas, meneruskan tugas sang ayah mengatur Bhumi Mas,
dimuliakan oleh seluruh pengikut beliau. Banyak sekali beliau membangun
parahyangan-parahyangan Widhi si sekitar Bhumi Mas. Beliau menurunkan 3 orang
putera, masing-masing bernama:
1.
|
Ki Bandesa
Manik Mas di Mas
|
2.
|
Ki Bandesa
Lod Tunduh di Ubud
|
3.
|
Ki Bandesa
Mawang di Gianyar
|
Ki Bandesa Lod Tunduh pindah dari Bhumi Mas menuju
sebuah daerah baru disebelah utara wilayah Er Paku, membangun banyak sawah dan
tegalan bersama para pengikutnya. Beliau menurunkan 6 orang putera
masing-masing bernama:
1.
|
Ki Bandesa
Lod Tunduh di Lodtunduh Ubud
|
2.
|
Ki Bandesa
Ungasan di Bukit Bukit Badung
|
3.
|
Ki Bandesa
Kesiman di Kesiman
|
4
|
Ki Bandesa
Sangeh di Sangeh
|
5
|
Ki Bandesa
Abiansemal di Abiansemal
|
6
|
Ki Bandesa
Pengastulan di Buleleng
|
Ki
Bandesa Mawang di Gianyar kemudian menurunkan 5 orang putera, masing-masing
bernama:
1.
|
Ki Bandesa
Wanayu di Bedulu
|
2.
|
Ki Bandesa
Celuk di Sukawati
|
3.
|
Ki Bandesa
Melinggih di Payangan
|
4
|
Ki Bandesa
Peguyangan di Badung
|
5
|
Ki Bandesa
Taman di Sanur
|
Sementara
itu Ki Bandesa Manik Mas di Bhumi Mas Menurunkan 3 orang putera, masing-masing
bernama
1.
|
I Gede Mas atau I Gede Selat
|
2.
|
I Gde Samping
|
3.
|
I Gede Kubontubuh
|
Sekian
lamanya Bhumi Mas tenang dan damai, tidak ada pertikaian yang berarti, penduduk
Bhumi Mas giat bekerja sesuai dengan tugasnya, masih tetap setia menjaga dan
membentengi diri dengan anugerah leluhur dan bhisama-bhisama. Tidak pernah jemu
melaksanakan yadnya untuk para Dewa dan Leluhur, kehidupan penduduk harmonis
satu dengan yang lain, pemimpin bijaksana, rakyat sangat taat.
Bhumi Mas Hancur.
Dikisahkan Ida I Dewa Agung Jambe yang merupakan Raja I Klungkung yang memerintah di Klungkung dari tahun 1705 hingga tahun 1775 Masehi. beliau merupakan putera dari Ida Dalem Di Made yang harus
mengungsi menuju Guliang karena pemberontakan Kyai Gusti Maruti di Gelgel.
Setelah berhasil merebut Gelgel dari kekuasaan pemberontak, beliau memilih
membangun kraton di Klungkung dengan nama kraton Smarapura. Ida I Dewa Agung
Jambe menurunkan 3 orang putera masing-masing bernama:
1.
|
Ida I Dewa
Agung Di Made
|
2.
|
Ida I Dewa Agung Anom Sirikan
|
3.
|
Ida I Dewa Agung Ketut Agung
|
Ida I Dewa
Agung Di Made
menggantikan kedudukan Ida I Dewa Agung Jambe sebagai Raja Klungkung II, dengan
masa kekuasaan dari tahun 1775 hingga tahun 1825 Masehi. Ida I Dewa Ketut Agung
kembali ke Gelgel sebagai Punggawa Kerajaan Klungkung. Sementara Ida I Dewa
Agung Anom Sirikan dinobatkan sebagai Raja di Timbul, menguasai sebagian
wilayah Mengwi bagian timur. Beliau didampingi oleh Angelurah Sidemen sebagai
penasehat kerajaan, setelah abhiseka bergelar Sri Aji Maha Sirikan Wijaya Tanu
atau dikenal dengan nama Dalem Sukawati, dengan masa kekuasaan dari tahun 1710
hingga tahun 1745 Masehi. Wilayah kekuasaan kerajaan Sukawati meliputi batas-batas sebagai berikut:
1.
|
Batas
timur
|
Sungai
Petanu
|
2.
|
Batas
selatan
|
Pantai
Gumicik
|
3.
|
Batas
barat
|
Sungai
Ayung
|
4.
|
Batas
utara
|
Pegunungan
Batur
|
Melihat batas-batas wilayah beliau yang sangat luas,
bisa dipastikan bahwa Bhumi Mas, masih menjadi wilayah kekuasaan dari Dalem
Sukawati. Dalam berbagai babad dikisahkan terjadi penyerbuan oleh Laskar Dalem
Sukawati terhadap Bhumi Mas, disebabkan karena Ki Bandesa Manik Mas menolak
menyerahkan benda-benda pusaka leluhurnya yang berupa tombak, keris dan Mirah
Menawaratna kepada Dalem Sukawati. Menurut analisa tim penelusur Budaya dan
Sejarah Bali abad 17 Masehi, kemungkinan ada sebab-sebab lain yang lebih
penting dari perebutan pusaka-pusaka tersebut. Terutama sekali dengan rencana
Dalem Sukawati memindahkan kraton dari Timbul ke wilayah selatan. Hal ini
diperkuat oleh asumsi bahwa pada kisaran tahun 1720 kerajaan Payangan dan
Tampaksiring mulai berkembang, sehingga keraton beliau di Timbul terjepit
diantara 2 kerajaan yang mulai berkembang dari generasi yang berbeda. Belum
lagi gangguan-gangguan dari kelompok penduduk Bali kuno yang masih mendiami
wilayah utara. Juga kemungkinan disebabkan oleh tekstur wilayah Timbul yang
berbukit-bukit, sehingga susah berkembang menjadi kota yang ramai.
Penyerbuan dikisahkan dari arah utara dengan kekuatan
laskar yang sangat banyak, dipimpin oleh para panglima yang sangat lihai
mengatur taktik perang. Rakyat Bhumi Mas dipimpin langsung oleh Ki Bandesa
Manik Mas dibantu oleh saudara-saudara beliau dari Lodtunduh dan Mawang
membangun gelar perang yang dikenal dengan nama Supit Urang. Ki Bandesa Manik
Mas di memimpin laskar utama ditengah-tengah, disayap kanan beliau, Ki Bandesa
Mawang memimpin laskar dalam jumlah yang lebih sedikit, disayap kiri Ki Bandesa
Lodtunduh memimpin laskar Mas dan Lodtunduh. Pada tengah hari, suara kentongan
bertalu-talu disetiap pojok Bhumi Mas, memberi tanda bahwa laskar Dalem
Sukawati sudah memasuki wilayah Bhumi Mas. Laskar kedua belah pihak tisada
kenal takut saling sabet, saling tusuk, saling penggal tanpa ampun,
masing-masing mengamuk, mengabaikan keselamatan diri demi bakti kepada
pimpinan. Tidak terhitung laskar yang tewas dan terluka, lama
kelamaan laskar
Bhumi Mas terdesak sangat hebat akibat jumlah laskar Dalem Sukawati yang
berlipat ganda dari jumlah laskar Mas. Kyayi Bandesa Manik Mas gugur di medan laga,
karena beliau melaksanakan perang puputan. Beliau gugur
tertancap panah di dadanya, konon
mata panah itu terbuat dari batu kilap yang dibentuk sebagai ujung
tombak. Batang panah terbuat dari rotan merah, kendalinya terbuat dari bulu
burung merak, dilumuri dengan minyak dedes harum.
Sepeninggal
Kyayi Bandesa Manik Mas, maka pengikut beliau dan keluarganya yang selamat mengungsi dari Bhumi Mas mencari tempat persembunyian, termasuk
seluruh keluarga Brahmana Mas. Para pengikut Ki Bandesa Manik Mas yang mengungsi dari
Bhumi Mas berpencar ke berbagai arah seperti:
1
|
Tangkulak
|
2
|
Bedulu
|
3
|
Tampaksiring
|
4
|
Tegalalang
|
5
|
Pujungan
|
6
|
Bon
Dhalem
|
7
|
Banyu
Atis
|
8
|
Banyuning
|
9
|
Kubu
Tambahan
|
10
|
Gitgit
|
11
|
Baturiti
|
12
|
Candi
Kuning
|
13
|
Mengwi
Kapal
|
14
|
Kaba-Kaba
|
15
|
Jembrana
|
16
|
Negara
|
17
|
Yeh
Embang
|
18
|
Badung
|
19
|
Kapisah
|
20
|
Pedungan
|
21
|
Ungasan
|
22
|
Pabangbai
|
23
|
Karangasem
|
24
|
Klungkung
|
25
|
Nusa
Penida
|
26
|
Abianbase
|
27
|
Balahpane
|
28
|
Bukit
Pecatu
|
Ada juga didesa dusun atau perkampungan diseluruh Nusa Bali, mereka
nyineb wangsa tidak berani menyatakan jati diri sebagai wangsa Bandesa Manik
Mas. Kebanyakan kemudian mereka berbaur dengan masyarakat dengan memakai
pungkusan yang berbeda.......... bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar