Dharma Warnana
PURA SAKENAN
Petulu, Ubud, Gianyar
Om Swastyastu
Om, Saraswati namãstu-bhyam, warade
kama-rupini,
Siddhãrambhan kari-syami, Siddhir-bhawantu
me-sada.
Om, Pranamya sarwa-dewanca, paramãtmanam ewa
ca,
Rupa siddhi prayukta ya, Saraswati namamy-aham.
Om, Padma-patra wisalaksi, Padma kesari
warnini,
Nityam padma-laya dewi, Sa-mam-pa-tu
Saraswati.
Om, Brahma putri mahadewi, Brahmanya rahma
Nandini, Saraswati samjñayani, Pranayana Saraswati,
Sembah sujud hamba kehadapan Hyang Dewi Saraswati, sumber dari
segala sumber ilmu pengetahuan yang maha suci. Sebagai berkas sinar penunjuk
jalan kegelapan semesta menuju kebahagiaan sejati. Karena bakti yang tulus dan
tak terkira ijinkanlah hamba yang hina dina ini mencoba merangkai kata menyusun
bait-bait kalimat, menuliskan nama Hyang Bhatara, Para Rsi Agung dan leluhur
yang sudah menyatu dengan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi serta menceritakan
semampu hamba tentang perjalanan beliau dahulu dalam membentuk jiwa-jiwa kuat
pembela keyakinan dan kebenaran. Tetapi karena kepapaan, hamba mohon segala
kesalahan diampuni, dijauhkan dari segala sengsara dunia dan nirwana, diberikan
umur yang pantas, kebahagiaan tanpa tepi, juga kepada seluruh keturunan hamba
kelak dikemudian hari.
Mithologi dan masa
kedatangan Para Rsi
Kisah ini diawali dari mithologi tatkala Bali dan Lombok seperti
bergoyang tidak tentu arah diumpamakan, karena penduduk kedua pulau masih belum
mengerti tentang berbagai ajaran suci yang terkandung dalam jiwa Sang Hyang
Catur Weda. Maka oleh seorang penguasa di Jawa yang diibaratkan sebagai Hyang
Pasupati, mengirimkan para pendeta untuk turun ke Bali dan Lombok, guna
mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan suci. Disinilah awal kisah dari
berkembangnya ajaran ke-Tuhanan di Bali, yang diibarakan sebagai gunung yang
menjulang menjadi sangat kokoh tak tergoyahkan. Ilmu pengetahuan suci
berkembang dari puncak dan lereng gunung, karena diyakini bahwa Ida Sang Hyang
Widhi, para Dewa Dewi, Para Rsi Langit bertapa di puncak dan lereng gunung.
Sumber ilmu itu diyakini berasal dari Gunung Lempuyang, Andakasa, Batukaru, Mangu
dan Beratan, dari puncak-puncak gunung inilah para pertapa mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada seluruh penduduk Bali. Pda kesempatan berikutnya, pada masa
setelahnya, kembali turun para pendeta ke Bali yang segera membangun
parahyangan di Besakih sebagai pusat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan suci. Bhatara
Hyang Gnijaya berasrama di Lempuyang, Bhatara Hyang Putranjaya di Tolangkir dan
Bhatari Dewi Danu di Ulundanu Batur, beliau bertiga kemudian dipuja, dikenal
dengan sebutan Bhatara Tiga atau Bhatara Tri Purusa. Sekian lama berlalu Bali
masih juga belum seperti yang diharapkan, turun lagi 4 orang pendeta ke Bali,
antara lain: Bhatara Hyang Tugu berasrama di Andakasa, Bhatara Hyang Manik
Galang di Pejeng, Bhatara Hyang Manik Gumawang di Bratan dan Bhatara Hyang
Tumuwuh di Gunung Batukaru. Beliau para Bhatara Hyang selanjutnya menjadi
junjungan penduduk Bali, dimuliakan dan dipuja di setiap bekas parahyangannya
dahulu.
Pada Masa pemerintahan Ratu Sri Gunapriya Dharmapatni dan
Udayana Warmadewa di Bali tahun 911 hingga tahun 943 Saka, turun kembali para
Mpu dari Jawa atas undangan Sang Raja juga bertujuan untuk mencemerlangkan Bali
melalui ilmu pengetahuan Catur Weda, 5 orang Rsi itu antara lain: Mpu Gnijaya berasrama di Lempuyang Madya, Mpu Semeru di
Besakih, Mpu Gana di Gelgel, Mpu Kuturan di Silayukti dan Mpu Bradah yang
menetap di Lemah Tulis Jawadwipa. Para Rsi yang berjumlah 5 orang ini kemudian
dikenal dengan nama Sang Panca Tirtha yang selain menurunkan ilmu pengetahuan
suci, juga menurunkan putra-putra yang meneruskan tugas leluhurnya. Disudut
yang lain, kedatangan Maha Rsi Ing Markandeya ke Bali juga mempunyai misi
menyebarkan faham Siwa Buddha. Terjadi pada masa pemerintahan Raja Sanjaya di Jawa,
kedatangan Sang Rsi pada kisaran abad ke 9 Masehi juga memberikan warna
tersendiri tentang ajaran maha suci dari Jawa ke Bali. Memperkenalkan konsep
Lingga Yoni, Petirtan atau Beji, memuja gunung, lembah, ngarai dan campuhan
sebagai sumber kehidupan. Para pengikut beliau yang terdiri dari orang-orang
Aga menerapkan organisasi Ulu Apad untuk pemukiman penduduk. Diperkirakan organisasi
Subak juga mulai dikenal setelah para pengikut beliau membagi lahan pertanian
dan sumber air dalam organisasi pertanian yang diwarisi hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar