Rabu, 28 Mei 2014

Tutur Sayukti

Tutur  Sayukti
Seorang teman titip pesan pagi ini
Ada seorang murid bertanya pada gurunya, apakah yang paling membingungkan di dunia ini, dijawab oleh gurunya, Manusia...
Karena mereka banyak yang rela mengorbankan kesehatannya demi uang, lalu ia mengorbankan uangnya demi kesehatan.
Banyak yang sangat khawatir dengan masa depannya, sampai dia tidak pernah menikmati masa kini, akhirnya dia tidak mampu hidup di masa depan atau masa kini.
dia hidup seakan-akan tidak akan mati, lalu dia mati tanpa benar-benar menikmati kehidupan.
jangan sombong karena kedudukan dan kekayaan
jangan rendah diri karena miskin dan hina
bukankah kita hanya tamu, dan apa yang kita punya adalah titipan?
tetaplah rendah hati seberapa tinggi kedudukan kita
tetaplah percaya diri seberapapun kekurangan yang kita miliki
karena kita lahir tanpa apa-apa dan kembalipun seperti itu
hanya pahala kebajikan atau dosa kejahatan yang dapat kita bawaDatang ditemani tangis, pergi ditemani tangis
maka tetaplah bersyukur
Hiduplah disaat benar-benar ada dan nyata, yaitu saat ini, bukan dari bayang-bayang masa lalu atau mencemaskan masa datang yang belum lagi tiba

(catatan dari sela pohon jati Giriya Gunung Payangan, 22 Agustus 2013)

BABAD BRAHMANA MAS

BABAD
BRAHMANA MAS

I.Bali di Bawah Majapahit
Pada tahun 1343 Masehi atau tahun 1265 Saka Bali Aga berhasil ditaklukkan oleh Majapahit. Bali Aga dinyatakan takluk setelah Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten wafat. Namun suasana di Bali ketika itu tidak sepenuhnya aman. Pada tahun 1345 Masehi timbul suatu pemberontakan yang dikenal dengan pemberontakan Dalem Tokawa. Dua tahun berselang, pada tahun 1347 Masehi timbul pemberontakan Dalem Mekambika. Pemberontakan di atas bisa di atasi oleh Gajah Mada dan Arya Damar.
Tahun 1350 Sri Hayam Wuruk naik takhta Majapahit. Patih Gajah Mada dengan restu Sri Hayam Wuruk menempatkan seorang Adipati di Bali.
Adipati tersebut adalah Sri Kresna Kapakisan yang merupakan keturunan Brahmana Dang Hyang Kapakisan. Sri Kresna Kapakisan dilantik menjadi Adipati Bali bertepatan pada Purnama Kapat tahun 1352 Masehi atau tahun1274 Saka dan berkeraton di Samprangan. Sri Kresna Kapakisan didampingi oleh para Arya. Arya Kenceng tinggal di Pucangan, Tabanan, Arya Sentong di Pacung, Arya Beleteng dan Arya Bang Pinatih di Pinatih, Arya Lasem atau Sukahet di Sukahet, Arya Kutawaringin di Gelgel, Arya Kanuruhan di Tangkas, Arya Benculuk di Tonja, Arya Kapakisan menjadi Patih Agung mendampingi Sri Kresna Kapakisan, dan Arya Gajah Para di Tianyar.
Pemerintahan Sri Kresna Kapakisan di Samprangan berlangsung sampai tahun 1380 Masehi/1302 Saka. Pasca wafatnya Sri Kresna Kapakisan kendali pemerintahan dipegang oleh putra sulungnya yang bernama I Dewa Agra Samprangan, setelah dinobatkan beliau bergelar Dalem Samprangan (Dalem Ile). Pada masa kepemimpinan Dalem Samprangan, beliau agak sukar untuk diajak membicarakan masalah pemerintahan. Akhirnya para pembesar istana kecewa, mereka memutuskan untuk mengangkat I Dewa Ketut menjadi raja. Atas upaya dari Arya Kubon Tubuh, I Dewa Ketut berhasil dibujuk menjadi raja dan akan dibuatkan istana di tempat lain.

I Dewa Ketut dinobatkan menjadi raja bergelar Dalem Smara Kapakisan (Dalem Ketut Ngulesir) pada tahun 1383 Masehi/1305 Saka berkeraton di Swecapura Gelgel. Masa pemerintahan Dalem Smara Kapakisan di Gelgel berlangsung hingga tahun 1460 Masehi/1382 Saka. Sebelum wafat beliau sudah menobatkan putranya yang bernama I Dewa Enggong pada tahun 1458 Masehi/1380 Saka.

Kerajaan Majapahit di Jawa mengalami masa kemunduran pada tahun 1478 Masehi/1400 Saka. Pudarnya pengaruh Majapahit di Nusantara tidak terlalu berpengaruh dengan Bali. Pasca Dalem Smara Kapakisan wafat, tampuk pemerintahan di Gelgel dipegang oleh Dalem Waturenggong. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong inilah datang seorang Brahmana dari Jawa Timur yang bernama Dang Hyang Nirartha. Dang Hyang Nirartha tiba di Bali diperkirakan sekitar tahun 1489 Masehi. Perjalanan Dang Hyang Nirartha setibanya di Bali sangat berat dan rumit. Dang Hyang Nirartha pertama kali menginjakkan kaki beliau di tanah Bali di pesisir Purancak. Peristiwa yang dialami oleh Dang Hyang Nirartha selama perjalanan tidak diuraikan secara panjang lebar dalam tulisan ini. Rute perjalanan beliau setelah dari Purancak adalah wilayah Pulaki. Di Pulaki, Dang Hyang Nirartha mralina putri sulungnya yang beribu dari Daha. Putri yang lahir dari Daha ini kemudian dikenal dengan nama Hyang ning Salaga/Hyang ning Melanting.

Dang Hyang Nirartha meninggalkan Pulaki beliau bergerak menuju sebuah desa yang bernama Gading Wani/Wani Tegeh. Entah berapa lama beliau beristirahat di Gading Wani/Wani Tegeh, lalu datanglah utusan Pangeran Mas di Mas untuk nuur Dang Hyang Nirartha. Dang Hyang Nirartha bersedia untuk datang ke Mas. Dalam perjalanan ke desa Mas beliau melewati Mundeh (Kaba-Kaba0mengwi, Kapal, Tuban. Berita datangnya Dang Hyang Nirartha di Tuban didengar oleh penguasa Tegal Badung saat itu, yaitu Kyai Tegeh Kori III. Kyai Tegeh Kori III mendak Dang Hyang Nirartha di Tuban, beliau dipersilakan untuk beristirahat di kediaman Kyai Tegeh Kori III di Tegal Badung. Setibanya di Buagan rombongan itu terpaksa berhenti karena terjadi banjir. Setelah beberapa waktu beristirahat di Tegal Badung, Dang Hyang Nirartha dipendak oleh Pangeran Mas untuk selanjutnya pergi menuju desa Mas.

Dang Hyang Nirartha dibuatkan kediaman di Mas oleh Pangeran Mas. Pangeran Mas kemudian berguru kepada Dang Hyang Nirartha. Beberapa waktu tinggal di Mas, berita tentang keberadaan Dang Hyang Nirartha sampai ke telinga Dalem Waturenggong di Gelgel. Dalem Waturenggong lalu mengutus I Gusti Dauh Bale Agung/Dauh Penulisan ke Mas. Dalem Waturenggong bermaksud menguji kemampuan Dang Hyang Nirartha. Usaha tersebut sia-sia karena I Gusti Dauh Bale Agung/Dauh Penulisan akhirnya berguru kepada Dang Hyang Nirartha. I Gusti Dauh Bale Agung/Dauh Penulisan lupa dengan perintah Dalem. Dang Hyang Nirartha kemudian segera menuju Gelgel. Setibanya di Gelgel, Dalem Waturenggong sudah tidak ada di istana, beliau sedang berburu di Padang. Dang Hyang Nirartha bersama I Gusti Dauh Bale Agung segera menuju ke Padang. Setibanya di Padang beliau diberikan pesanggrahan di areal parahyangan Mpu Kuturan. Keesokan harinya Dang Hyang Nirartha, Dalem Waturenggong, serta I Gusti Dauh Bale Agung kembali ke Gelgel. Perjalanan mereka terhambat karena Sungai Unda meluap, berkat kemampuan Dang Hyang Nirartha kereta Dalem bisa menyeberangi banjir tersebut.

Zaman pemerintahan Dalem Waturenggong dengan bhagawanta Dang Hyang Nirartha (Dang Hyang Dwijendra) kerajaan Gelgel mencapai puncak kejayaan. Sri Juru raja Blambangan yang durhaka terhadap Dang Hyang Nirartha berhasil dikalahkan oleh Dalem Waturenggong pada tahun 1520 Masehi/1442 Saka. Pasca menaklukkan Blambangan, Puger, Pasuruhan, Nusa Penida, Lombok, dan Sumbawa menjadi jajahan Gelgel. Masa pemerintahan Dalem Waturenggong sampai dengan tahun 1550 Masehi/1472 Saka.

II. Putra Dang Hyang Nirartha yang Beribu Putri Bandesa Mas

Dikisahkan setelah Pangeran Mas disucikan oleh Dang Hyang Nirartha, Pangeran Mas mempersembahkan putrinya kepada Dang Hyang Nirartha sebagai pangguruyaga. Putri Pangeran Mas yang dipersembahkan sebagai pangguruyaga bernama Sang Ayu Mas Genitir alias Diah Hema. Dang Hyang Nirartha pun mempersunting putri Pangeran Mas. Entah beberapa lama usia pernikahan beliau, sang diah pun melahirkan seorang putra yang diberikan nama Ida Putu Kidul. Ida Putu Kidul juga disebut Ida Mas. Setelah cukup umur Ida Putu Kidul (Ida Mas) didwijati dengan gelar Ida Pedanda Mas (Mpu Kidul). Di kemudian hari keturunan dari Ida Pedanda Mas (Mpu Kidul) disebut dengan Brahmana Mas.

Dalam Dwijendra Tattwa disebutkan bahwa Ida Pedanda Mas (Mpu Kidul) mendapatkan warisan berupa pustaka, pakaian kependetaan, genta (I Bhramara dan I Samprangan), pangrupak (I Tamblang), dan sebilah keris (I Sepak). Ida Pedanda Mas (Mpu Kidul) juga mempunyai abdi yang bernama Pan Geleng dan Ki Sedahan Mas.

Menjelang Dang Hyang Nirartha (Dang Hyang Dwijendra) kembali ke Sunyata, beliau bertemu dengan seorang bandega yang bernama Pasek Nambangan. Dang Hyang Nirartha menitipkan pesan kepada Pasek Nambangan supaya disampaikan kepada Mpu Kidul. Isi pesan tersebut adalah supaya Ida Pedanda Mas (Mpu Kidul) mengambil Pustaka Mareka yang ditinggalkan oleh Dang Hyang Nirartha (Dang Hyang Dwijendra) di Pura Luhur Uluwatu.

Ida Pedanda Mas (Mpu Kidul) pun segera menuju Pura Uluwatu, beliau diiringi oleh Pan Geleng dan Pasek Nambangan. Setibanya di Uluwatu, Mpu Kidul melihat sebuah Meru Tumpang Tiga. Ida Pedanda Mas bergegas ke depan meru tersebut, beliau lalu menyembah sembilan kali. Setelah menyembah Ida Pedanda Mas segera naik ke meru. Di dalam meru beliau menemukan Pustaka Mareka, Pustaka Weda Paganggan, serta pesan supaya rukun dalam bersaudara, dan melaksanakan yang termuat dalam Siwa Sasana.
Pasca wafatnya Dalem Waturenggong dan moksa nya Dang Hyang Nirartha di Gelgel mulai timbul bibit-bibit huru-hara. Puncaknya pada tahun 1556
(Bersambung)

Jumat, 16 Mei 2014

Lontar KURANTA BOLONG



Lontar
KURANTA BOLONG

(1.b). Awighnamastu namaśiwayā. Nihan kālimo hosāddhā puranta bolong, osaddaning rare, draṣṭining bhāṭara wiṣṇu, mangkanā, maha bhārā kasidya nirā, amnahi sakāla bwaṇa kabeh, ya ta dadihakên kaparipūrṇnaning wong rare, tkaning kadirgghāyuṣān, lupūti ri lara wyaddi, mwah pati, kramanya hāywa tan prayatnā, hānginaknā tatambaning wong rare. Iki śwadharmma putus, nga. Sang amangku, usaddi ni wong rare. Ta, rare, nguwus, śa, liñjong canging, 11, bidang, padang lêpas, 11, katih, ra, bwang adas. Kākttrang ma-
(2.a). ka urūg-ūrug pabahane. Mwah wdaknya ring rāgga, śa, liñjong canging, 7, biddāng, padang lêpas, 7, kaṭih, ra, addas, 7, wiji, wdakna. Ta, nguwus, śa, kapkāp, tmurose, 3 bidang, rajah kidi iki, Ang Ung Mang, maurūg-ūrug pabahane, mwah wdaknā. Ta, rare nguwus, śa, liñjong canghing, 3, kaṭih, ckuh lanang, 3, iris, paddang lêpas, 3, kaṭih, pañcung puhaknā. Ta, rare bolong, śa, cārmmaning tribalus, yuyu batu lanang, wong kuning, rwani kangkāng yuyu, 7, lêmbār, ikā sammi ginsêng, pet harênge, tampak rinajah gnah i bolong. Ta, pā-
(2.b). nguñci rare, yadya nguwūs, śa, muñcuk nagāsari, sulatri, ring camplung, padda, 7, muñcuk, slaśih mrik, padang lêpas, padda, 9, muñcuk, ra, klabêt, 9, wiji, pêngpêng siwādwarānya, mwah pupuknya, tkaning tatereknya, śa, muñcuk nagghāsari, sulatri, camplung, padda muñcuknya, emben canging, ra, klabêt, 11, wiji, mwah wdaknya ring raggā, śa, krikānan dapdap, ne nguddā, ring gamonga kdis, wdaknā ring sūku, śa, bwah base, ring maświ, wdaknā. Rare kasaban, grah mwang sawan, śa, uku-ukū, 3, muñcuk, puhaknā netranya. Mwah mā-
(3.a). ka wdaknya, śa, don dapdap ne kuning, ra, ckuh lanang. Ta, rare sarab angin, wṭêngnya bêngkā, śa, don adas, bawang, sêmbar wtêngnya, śa, mwah tambanya, liñjong canging, bawang ngaddas, sêmbar wtêngnya. Ta, rare sarab angin, mwah sarab appi, abang rupaning rare, śa, rwaning waluh pahit, rwaning sunti-sunti, don katepeng, rwaning kliki bāng, bawang, jamoknā. Ta, rare sabahā, mwang mawatuk, śa, cārmmān gatthep, gulā klāpā, prês saring, tahap. Mwah maka sêmbarnya, śa, don balimbing buluh, nyuh mtunu, tmutis, sêmbar gulu, tkaning daddanya, rauhing ulun hā-
(3.b) tṭinya. Ta, rare, watuk kiningan, śa, ulungan don balimbing wsi, ra, kaśunā jangu, sêmbar dadanya. Ta, rare ckehan, śa, rwaning pañcarsoṇnā, rêb kabeh, urab dening nyuh tunu, bawang bhāng, pes tambus, wus ratêng, damuhin sawngi, beñjangnya prês saring, lolohaknā. Ta, rare êndêl tur mutah-mutah, tan marênān, śa, ckuh lanang, pu ning kunir, warangan, ra, majākling ktumbah, uyah, tambus sammi, wus ratêng, patinya tahap. Ta, rare mising, tur ngutah-utah, śa, gamongan cili, ra, muśi, jamboknā. Ta, rare mising, sa,
(4.a) blalang kbo, ginsêng, ra, bawang pêndêm, we iraggan ktan gajih, tahapāknā. Malih arapnya, śa, carmmān tuwi putih, adas. Mwah apwangkongnya, śa, carmmān buni tahi, bras ābang, adas, arapaknā. Ta, rare mising, śa, rwaning balimbing wsi, sakamulan, bawang tambus, ttahap. Ta, rare mawatuk, śa, wwadding katepeng, akah tampak limān, sokā natar sakawit, nyuh tunu, bawang mêtambus, tahapāknā. Mwah wwang atuwa mawatuk, wor ring bangle, wādding kacêmcêm putih, ra, kaśuṇā jangu, sami tambus, tahāpāknā,
(4.b) Ta, rare mising, śa, kulit woh dhlimmā, bras bāng, arapaknā, yen kraṣā grah awaknya, śa, don bulun bawang, uśuggāknā, awor ring bawāng ngadhās, kinlā. Ta, rare mising, śa, cārmman tuwi putih putih, lunak bakar, ra, ādas, tahap. Ta, rare pjên, śa, wwadding bintênu, daha tkani lublubnya, bangsing kresek ne ngudā-ngūddā, santên kane, gulā, bwang tambus, tahap, mwah arapnya, śa, don katimun gantung, êntik katimun tahin cicing, ra, adas, arapaknā. Ta, rare pöjên, śa, rwaning katepeng, adas, arapaknā. Ta, rare pjên a-
(5.a) panês, śa, akah kopok-kopokan, ne pinge, ra, bawang ngadas, arapaknā wtêngnya. Ta, rare tan kwaṣā angising angūyuh, śa, lublub tingkih, bawang ngadas, arapaknā. Ta, rare wtêngnya mangkak, sêbahā mwang jampi, tur tan kwaṣā amangan, śa, sumanggi gūnung, sak gêgêm, rwaning pepe gunting, hatin kunir, isin tingkih, bawang, yan kraṣā agrat, pêpêhin mbotthan pandan, tahāp. Ta, rare caksunya abuh, śa, liñjong canging, bawang, ne barak, adas, arapaknā gigirnya, phalānya ilang raning madā. Ta, rare soccanya bsêh, tan pasangkā
(5.b) n, śa, bras mês, bawang mêtah, arapaknā. Ta, rare soccanya buh, śa, we susu, ne manak wahū apisān, puh irūng ni rare. Ta, rare awaknya grah, uyang blangsah, tur ngliyêp, śa, liñjong canging, padang lêpas, kulit taluh syap, pinipis kabeh, wdaknā. Ta, rare gênit gatêl awaknya, śa, don nangkā kuning-kuning, ra, isen, wdaknā. Ta, rare gnit gatêl awaknya, śa, don isen, mrica, pinipis, wdaknā, ikinlā sadraṇā tambā iki. Ta, rare awāknya gnit bintul-bintul, tur bintul, śa, carmmān kalimoko, miccā, isen (Bersambung).

Kamis, 15 Mei 2014

Tutur Bang Bungalan



Tutur
Bang Bungalan

Murda Pustaka
: Tutur Bang Bungalan
Wit Lontar
: Puri Bangli, Bali
Kaalih aksara olih
: Ida Bagus Bajra
Asrama
: Giriya Gunung Payangan. Jl Pasar Payangan No 12, Payangan, Gianyar, Bali, Tlp (0361) 8621075.
Tanggal
: 17 Februari 2014
Katureksa olih
: -
Pustaka
: Buku ngangge aksara Bali

Om Awignamastu Nama Sidham, Itti Tutur Bang Bungalan ngaran, luirniya Upapati laraniya, patirtha weruha sakaluiraning jajuwangan, nyuwang nyama, salah wekasaniya andadi Endep-endep, nyuwang mantu dadi Namu-namu dadinta.
Nyuwang ipah, salah, dadi Iris-iris, sanaknya nyuwang rarama salahnya dadi Ulad-alid sanaknya, luirniya yan Arya, Dhalem nyuwang wwang tani, salah, sanakniya bengkiwa,  rabiniya sama salah, Aloka, ngaran, kaselehan ikang Tonya saluiring salah jajuangan.
Yan mula bangsa tunggal tan wenang ingameta tan wenang ingameta ika ngaran Salan Juangan, dadi susud guna, susud wangsa, dadi salah krama, salah krethi, salah basa, salah tingkah, salah tunasan, salah indik, salah sambatan, apan si beten dadi luhur, dadi salah takeh, salah linggih, linggi dadi ngaran Lingga, Lingga ngaran taru tan wenang sor luhurin, dadi salah linggih, dadi nyakitin, dadi cacad, sanakniya dadi cacad, ngaran setan dadi metu kali matemahan rug kang jagat, ne tan wenang wenang ingangge dudu ikang manusa, setan mawak wwang, setaning jurang, setaning sema, setaning alas, setaning awak, Buhta Kancaka, Bhuta Kalpa tur Bhuta Kala Durgha Maya.
Ika nguduh matya dadi manusa iya nadah ibunta salah ingangge malih nyuwang cucu pelih salah, nyuwang kajuang masih salah, Makedengan Ngad ngaran, hana caruniya maguling pabangkit guling ika kucit butuhan, pamarginiya ring marga agung, pamaraniya majaga satru tur mabakti mider anuwut urip dina.
Punika nyuwang nyama masih salah silih tunggil rusak, Titi Ugal Agil, ngaran, patuh tingkahe teken anak demen mamitra masih salah, marabi ring wong arabi, sami salah, apan manusane sama awak kayu ne dadi parahyangan, kakubon, pakubonane mawenang-wenangan, ling Sang Brahmana, yan parahyangan lalumbungan wenang tarune jati anggening pakubonan manusa tan wenang, apan taru mesor singgih, pati kacuh adan manusa yaning manusane salah juwangan. Yan pakubonane cacad munggah apan tan wenang angge ingangge ika dadi cacad, manusa tan hana kadi taru latha, tan surud tempuh angin agung alit, tan hana luput wwang tibaning bayu, nanging bayu angaraning baya, baya ingaranan sakit, apan taru tunggal ring manusa, duwaning manusane salah juwangan, sama cacad, apan iya salah linggih. (bersambung)